JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak pengguna knalpot racing yang ditilang karena suara yang dihasilkan melanggar batas ketentuan. Tak sedikit yang bertanya-tanya bagaimana cara mengukur suara knalpot tersebut.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 285, disebutkan knalpot laik jalan merupakan salah satu persyaratan teknis kendaraan dikemudikan di jalan.
Bunyi Pasal 285 Ayat (1)
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Setiap kendaraan yang dimodifikasi juga disebut harus dilaporkan agar mendapat persetujuan legalitas jalan.
Untuk standar tingkat kebisingan knalpot, sudah ditentukan di Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56 Tahun 2019 Tentang Baku Mutu Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang Sedang Diproduksi Kategori M, Kategori N, dan Kategori L.
Dalam peraturan tersebut, dituliskan bahwa Untuk motor berkubikasi 80 cc – 175 cc, maksimal bising 80 dB dan di atas 175 cc maksimal bising 83 dB.
Kasi Gar Subdit Gakkum Ditlantas Polda Lampung Kompol Poeloeng Arsa Sidanu, mengatakan, aturan tersebut menjadi acuan pihak kepolisian untuk mengukur kebisingan knalpot racing atau knalpot bising.
"Untuk mengukurnya, kita menggunakan sound level meter atau decibel (dB) meter," ujar Poeloeng, dalam video di akun YouTube Siger Gakkum Official, yang diunggah 21 Januari 2021.
Poeloeng mengatakan, saat pengukuran, jarak dan ketinggian alat pengukurnya adalah 1 meter dari ujung knalpot. Diupayakan untuk mengukurnya di tempat yang hening, tidak ada keramaian.
"Selain itu, yang dinyalakan juga satu motor saja, jangan semuanya dihidupkan mesinnya. Jangan ada kebisingan lainnya, seperti lalu lintas. Jadi, alatnya bisa fokus," kata Poeloeng.
Poeloeng menambahkan, cara pengukuran di lapangan tersebut sudah ia tanyakan atau koordinasikan langsung dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Saat mengukur pun, mesin dalam kondisi idle atau langsam. Artinya, tidak dibuka gasnya.
Motor yang diuji adalah BMW GS 1200 dan Yamaha MT-09 Tracer dan keduanya dalam kondisi standar, baik mesin atau knalpotnya.
Pada Mt-09 Tracer dengan kapasitas mesin 900 cc 3-silinder, kebisingan knalpotnya hanya 73,5 dB.
Sementara pada GS 1200 yang menggunakan mesin 1.200 cc 2-silinder, kebisingannya juga hanya 73,6 dB. Sementara batas maksimal menurut aturan, yakni 83 dB.
Pengujian dilakukan juga pada motor besar polisi lainnya, yakni Yamaha FJR 1300 dengan mesin berkapasitas 1.300 cc 4-silinder. Setelah diukur, ternyata kebisingannya hanya 73 dB.
Poeloeng mengatakan, bagi pengendara yang terbukti melanggar, akan dikenakan tilang dan motornya disita. Motor baru bisa diambil jika pelanggar sudah membayar denda tilang melalui bank dan membawa knalpot standar motornya.
Setelah knalpot sudah dikembalikan ke standar pabrikan, baru motor bisa dibawa pulang.
"Kita tegaskan dan kita sampaikan juga pada teman-teman polisi lalu lintas untuk menindak pelanggaran lalu lintas yang tidak memenuhi kelaikan jalan, terkait knalpot racing atau knalpot bising, gunakan sound level meter atau decibel meter dengan acuan ukuran yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2019," ujar Poeloeng.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/03/20/120100115/begini-cara-ukur-kebisingan-knalpot-yang-benar-menurut-polisi