JAKARTA, KOMPAS.com – Melanjuti kewajiban uji emisi bagi kendaraan bermotor berusia tiga tahun ke atas, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali melemparkan wacana akan melarang mobil berusia lebih dari 10 tahun untuk beroperasi di wilayah Ibu Kota.
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan DLH DKI Jakarta Yusiono Supalal, mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan beragam kajian termasuk petunjuk teknis dan pelaksanaan mengenai aturan tersebut.
“Benar, itu (pembatasan usia mobil lebih dari 10 tahun) merupakan salah satu upaya menekan emisi di 2025,” kata dia, belum lama ini.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Ikatan Motor Ikatan Motor Indonesia (IMI) Rifat Sungkar, mengatakan, pemerintah perlu memberikan definisi yang jelas soal pengertian mobil tua.
“Pertama jangan generalisasi kata tua, mobil tua itu bisa 10 tahun atau 100 tahun. Terus ada mobil klasik, itu umurnya di atas 25 tahun,” ujar Rifat, kepada Kompas.com (26/2/2021).
“Kalau kita berkaca dari negara-negara maju memang ada pembatasan untuk kendaraan 10 tahun. Tapi kalau kendaraan klasik itu dilindungi spesiesnya di seluruh dunia,” kata dia.
Menurut Rifat, mobil berusia 10 tahun ke atas dibatasi lantaran digunakan untuk sehari-hari. Hal ini wajar, sebab mobil punya usia pakai normal agar tetap optimal.
“Kenapa disebut sumber polusi? Karena mereka kendaraan operasional. Lifetime dari mobil yang normal dipakai operasional itu up to 15 tahun,” ucap Rifat.
“Sekarang berapa banyak sih orang yang pakai mobil tua untuk harian? Coba deh lihat data. Karena kebiasaan orang di kota besar selalu mengikuti tren. Kemana nasib mobil yang lebih lama? Itu pindah ke pinggiran, kota-kota kecil,” tuturnya.
Bukan Dilarang tapi Diatur
Rifat juga mengatakan, wacana pembatasan mobil tua usia 10 tahun di Ibu Kota merupakan solusi pendek tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.
Padahal mobil-mobil jenis ini telah menciptakan ekosistem bermanfaat bagi industri otomotif. Mulai dari jasa jual-beli, produksi spare part, bengkel-bengkel restorasi, yang semuanya merupakan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
“Jadi jangan dikira mobil tua enggak kasih kontribusi. Di negara-negara maju sudah terbukti, ketika mobil tua diperbolekan bengkel-bengkel hidup, orang-orang dapat pekerjaan. Jadi bukan masalah boleh atau tidak boleh, tapi diatur saja,” ujar Rifat.
Ia menambahkan, banyak regulasi di luar negeri yang bisa ditiru perihal pembatasan mobil-mobil berusia tua. Tinggal disesuaikan saja mana yang cocok dengan ekosistem di Indonesia.
Di Singapura misalnya, pemilik kendaraan hobi dibatasi dengan hanya boleh keluar saat akhir pekan, tanggal merah, atau jam malam.
Mobil-mobil ini juga hanya boleh keluar berapa kali dalam setahun. Misalnya 60 hari atau 100 hari per tahun, dengan mencatatkan di buku jurnal yang dikeluarkan pemerintah.
Di negara-negara Eropa, mobil tua juga masih diperbolehkan beroperasi namun dengan pajak yang lebih tinggi ketimbang mobil-mobil keluaran baru.
“Jadi misalnya mau meniru dengan menaikkan pajak, kami baca dulu benefit-nya apa. Karena kalau dibatasi karena emisinya, mobil tua di Eropa itu mengikuti aturan sesuai waktu produksinya,” ucap Rifat.
“Kalau mobil tahun 1970-an, pasti ikut aturan emisi tahun itu. Enggak mungkin bisa disamakan dengan mobil tahun 2000-an. Tetapi penggunaan kendaraan tetap dibatasi dengan waktu khusus,” katanya.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/02/26/143100015/aturan-mobil-10-tahun-ke-atas-imi-minta-jangan-dilarang-tapi-diatur