JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah tengah menggencarkan peningkatan industri otomotif dengan sejumlah kebijakan. Mulai dari insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), hingga uang muka (down payment) nol persen untuk kendaraan bermotor.
Meski begitu, aturan ini dinilai tidak tepat dan tidak mengena sasaran. Pasalnya diskon pajak ditujukan bagi masyarakat kelas menengah ke atas yang notabene masih memiliki dana untuk melakukan pembelian.
Sementara masyarakat kelas menengah ke bawah secara ekonomi dianggap terkena dampak pandemi. Hal ini membuat mereka punya banyak pertimbangan sebelum membeli kendaraan.
Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Ki Darmaningtyas, mengatakan, masyarakat menengah ke atas tentu akan lebih memilih atau membeli mobil berkapasitas mesin di atas 1.500 cc.
"Enggak tepat sasaran meskipun mayoritas cukup optimis mendukung. Tapi saya jujur enggak terlalu optimis keberhasilan program ini," ujar Darmaningtyas, dalam diskusi virtual, Minggu (21/2/2021).
"Saat ini yang masih punya uang itu adalah kelas menengah atas dan mobil mereka itu pasti di atas 1.500 cc," katanya.
Menurutnya, dulu pernah ada kebijakan mobil murah Low Cost Green Car (LCGC). Hadirnya segmen LCGC ini ditujukan untuk menggairahkan sektor otomotif, khususnya untuk segmen keluarga muda.
Namun, kelompok keluarga muda tersebut saat ini sangat terdampak pandemi Covid-19. Mulai dari pengurangan gaji, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Alhasil kelompok masyarakat ini hanya berfokus untuk kehidupan pokok sehari-hari.
"Kebijakan mobil murah itu dulu pasarnya kelas menengah atau keluarga muda. Tapi kelompok tersebut saat ini mengalami persoalan untuk keperluan kebutuhan survive," ucap Darmaningtyas.
“Insentif mestinya diberikan kepada jenis kendaraan yang digunakan untuk angkutan umum, baik mengangkut penumpang atau barang,” tuturnya.
Dengan tersedianya insentif bagi kendaraan niaga, maka tarif angkutan umum juga bisa menjadi lebih murah dari sebelumnya.
Selain itu, kebijakan tersebut juga bisa menyelamatkan layanan angkutan umum, baik di perkotaan, pedesaan, maupun AKDP (antar kota dalam provinsi) dan AKAP (antar kota antar provinsi) yang kalah bersaing dengan kendaraan pribadi.
Ia juga mengatakan, saat ini sektor kendaraan niaga seperti angkutan umum belum pernah mendapat insentif apapun.
Dia pun menolak anggapan pemerintah dalam mengambil kebijakan penghapusan PPnBM tersebut berdasarkan besaran tenaga kerja yang terserap.
"Sektor transportasi publik jauh lebih banyak menyerap tenaga kerja," kata Darmaningtyas.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/02/22/144100015/kebijakan-diskon-pajak-harusnya-buat-angkutan-umum