JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah RI memutuskan untuk memberikan insentif terhadap industri otomotif dalam negeri sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional (PEN) di tengah pandemi virus corona alias Covid-19.
Relaksasi tersebut berbentuk keringanan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang berlaku secara bertahap mulai 1 Maret 2021.
Hal ini diharapkan mampu merangsang daya beli masyarakat sehingga produksi manufaktur otomotif bisa bisa mencapai 81.752 unit secara bertahap atau senilai Rp 1,4 triliun sebagai pemasukan negara.
Hanya saja, insentif tidak diberikan ke seluruh produk otomotif melainkan segmen tertentu, yakni mobil dengan kubikasi mesin kurang dari 1.500 cc, dan berpenggerak dua roda alias 4x2, termasuk sedan, yang kandungan lokalnya mencapai 70 persen.
"Melalui langkah ini diharapkan konsumsi masyarakat berpenghasilan menengah atas dan utilisasi industri otomotif akan meningkat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama 2021," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi, Kamis (11/2/2021).
Maka, secara umum harga dari low cost green car (LCGC) atau mobil murah bakal semakin terjangkau.
Sementara, kendaraan keluarga 7-penumpang hanya sebagian, seperti Toyota Avanza, Daihatsu Xenia, Mitsubishi Xpander, Nissan Livina, Honda Mobilio, Suzuki Ertiga, dan Wuling Confero.
Adapun tahapan insentif ini berlangsung tiga kali dengan masing-masing berdurasi selama tiga bulan. Rinciannya, tahap pertama insentif PPnBM sebesar 100 persen dari tarif.
Kemudian, PPnBM sebesar 50 persen dari tarif di tahap kedua dan insentif PPnBM 25 persen dari tarif pada tahap ketiga atau terakhir.
Airlangga berharap, relaksasi tersebut bisa didukung oleh instansi yang bersangkutan seperti OJK agar uang muka kendraan bermotor bisa nol persen dari bank dan perusahaan pembiayaan.
Instrumen kebijakan akan menggunakan PPnBM DTP (ditanggung pemerintah) melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yang ditargetkan mulai berlaku pada 1 Maret 2021.
Sementara, saat ini pengenaan PPnBM terhadap produk otomotif ialah berdasarkan kubikasi mesin dan jenis kendaraan, yakni 10 persen untuk mobil penumpang selain sedan dengan sistem 1 gardan berkubikasi 1.500 cc.
Lalu, tarif PPnBM 20 persen bagi mobil berkubikasi mesin 1.500 cc sampai 2.500 cc. Untuk sedan atau station wagon berkubikasi mesin 1.500 cc pengenaannya sebesar 30 persen.
Pada sedan berkubikasi mesin 1.500 cc sampai 3.000 cc pengenaan tarif PPnBM-nya ialah 40 persen. Tarif PPnBM paling mahal dikenakan untuk mobil berkubikasi mesin lebih dari 3.000 cc, yaitu 125 persen.
Kendaraan Listrik
Pada keterangan yang disebarkan ini, belum ada kepastian mengenai PPnBM kendaraan listrik. Pihak Kementerian Perindustrian pun belum bisa memberikan informasi lebih lanjut ketika dikonfirmasi.
Kendati demikian, ketentuan uang muka pembelian mobil berwawasan lingkungan nol persen masih berlaku.
Hal ini tercantum di Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 22/13/PBI/2020 tentang Perubahan Kedua atas PBI No. 20/8/2018 tentang Rasio LTV untuk Kredit Properti, Rasio FTV untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (PBI LTV/FTV dan Uang Muka).
Kendaraan bermotor berwawasan lingkungan sendiri, seperti dikutip dari lembar frequently asked questions (FAQ) Bank Indonesia, adalah kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagaimana dimaksud dalam Perpes 55/2019.
Menurut data Kementerian Perindustrian, sektor otomotif merupakan industri padat karya yang memiliki lebih dari 1,5 juta pekerja. Jumlah tersebut tersebar ke lima sektor yakni pelaku industri tier II dan tier III terdiri dari 1.000 perusahaan dengan 210.000 pekerja.
Kemudian, pelaku industri tier I terdiri dari 550 perusahaan dengan 220.000 pekerja, perakitan sebanyak 22 perusahaan dan dengan 75.000 pekerja, dealer dan bengkel resmi 14.000 perusahaan dengan 400.000 pekerja, serta dealer dan bengkel tidak resmi 42.000 perusahaan dengan 595.000 pekerja.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/02/12/070200615/kriteria-mobil-baru-yang-dapat-insentif-pajak-0-persen