JAKARTA, KOMPAS.com - Lawan arah ketika berkendara seolah menjadi kebiasaan bagi warga Jakarta. Meski negatif dan melanggar aturan lalu lintas, perilaku tersebut mudah ditemui di beberapa ruas jalan Ibu Kota.
Seperti contoh video viral yang diunggah oleh akun @dashcamindonesia. Dalam video berdurasi 28 detik itu, memperlihatkan mobil sedan yang tertangkap sedang melawan arah dan menghalangi mobil MPV yang akan melintas dari arah berlawanan.
Kondisi ini mendapat tanggapan dari penggiat safety driving dan riding yang juga Founder Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC) Jusri Pulubuhu.
Jusri menyampaikan bahwa perilaku melawan arah dari pengguna kendaraan bukan sekadar menjadi kebiasaan, melainkan sudah terbentuk sebagai sebuah budaya.
“Kondisinya seperti sudah menjadi kultur budaya tersendiri, karena ini dilakukan setiap saat, setiap hari, bahkan sampai bergenerasi. Sebabnya bisa jadi karena adanya pembiaran,” ucap Jusri saat dhubungi Kompas.com, Jumat (8/1/2021).
Sosialisasi yang dimaksud jangan hanya seputar pelanggaran lalu lintas serta sanksi, tetapi perlu adanya penjabaran mengenai dampak bahaya dari melawan arah, seperti kecelakaan fatal.
Menurut Jusri, bila dijabarkan, sebenarnya korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia cukup banyak. Bahkan, kata dia, dampak buruk dari kecelakaan bukan hanya kematian, melainkan juga menyerang sisi perekonomian korban yang bisa menimbulkan kemiskinan.
“Saya sudah sering katakan bahwa harusnya Indonesia bukan hanya darurat soal narkoba, tapi juga kecelakaan lalu lintas karena angka korban tiap tahun sangat memperihatinkan. Sayangnya, berita soal kecelakaan lalu lintas di jalan raya kurang diekspos,” katanya.
Ciptakan Budaya Malu
Tidak mudah memang mengubah suatu kebiasaan yang sudah menjadi budaya. Menurut Jusri, dalam hal ini gurbernur harus serius dalam menertibkan budaya melawan arah tersebut.
Ia menyampaikan, ada dua tindakan yang setidaknya bisa dilakukan, yakni menciptakan budaya baru, atau langsung pada tindakan tegas agar dampaknya langsung terasa.
Budaya baru yang dimaksud Jusri yakni budaya malu. Penciptaan budaya malu dapat dilakukan dengan memberikan sosialisasi serta mengajak masyarakat berperan serta untuk memotret langsung tidnakan berlalu lintas yang salah di lingkungan sekitar untuk dipublikasikan pada media sosial.
“Tujuannya apa, agar pelaku sadar bahwa dalam lingkungan ada yang terganggu dengan sikap salahnya sehingga lama-lama akan terbentuk kultur baru yakni budaya malu. Namun hal ini memang butuh proses yang tidak sebentar, dan yang penting lagi butuh peran serta semua elemen masyarakat,” ujar Jusri.
Para pelaku pelanggar, lanjut Jusri, harus sadar bahwa tindakan mereka bukan hanya merugikan dirinya, tetapi pengguna jalan lainnya.
Ia mencontohkan pengendara yang melintas di trotoar. Menurut dia, tindakan itu tak ada bedanya dengan pencuri karena secara tidak langsung mereka mencuri hak pejalan kaki.
“Dulu saya pernah bilang, saat seseorang berkendara di jalan raya ada dua risiko yang tidak pernah disadari, yakni menjadi pelaku dalam hal ini pelanggar lalu lintas atau yang membuat jalan lain kecelakaan, atau justru jadi korban dari kesalahannya sendiri atau akibat kesalahan pengguna jalan lain,” ucapnya.
Tak tebang pilih
Sementara itu, bila ingin mengubah budaya dengan lebih cepat, salah satunya bisa dilakukan melalui tindakan tegas aparat penegak hukum. Namun, menurut Jusri, cara ini baru akan efektif bila dilakukan secara terus menerus.
“Tempatkan petugas terkait di lokasi-lokasi yang sering terjadi pelanggaran lalu lintas, lakukan pengawasan khusus jadi jangan hanya pagi dan sore dijaga tapi siang dan malam tidak,” kata dia.
Selain itu, para aparat baik dari Dinas Perhubungan atau polisi dimintanya untuk tidak tebang pilih.
Mereka diminta tidak pilih kasih ketika ada pejabat negara atau pejabat satu instansi yang melanggar lalu lintas.
“Banyak pejabat negara yang menjadikan jabatannya sebagai temeng sehingga mereka bisa berbuat seenaknya, contoh masuk jalur busway, atau menggambil bahu jalan ketika di tol. Nah ini, bisa tidak para aparat kita tegas, bukan hanya ke rakyat sipil saja,” ujarnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/01/08/193100115/hilangkan-budaya-lawan-arah-saat-berkendara