JAKARTA, KOMPAS.com – Kecelakaan yang melibatkan kendaraan besar seperti truk atau bus masih saja terjadi di Indonesia. Selain karena faktor teknis, kecelakaan tersebut lebih didominasi karena kesalahan manusia alias man behind wheels.
Namun jika diperhatikan, waktu kerja dari para pengemudi bus atau truk di Indonesia masih belum jelas. Faktor pengemudi yang kelelahan bisa menjadi penyebab kecelakaan di jalan, membahayakan dirinya sendiri dan pengguna jalan lain.
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia, Sony Susmana mengatakan, rata-rata perusahaan angkutan barang atau orang tidak ada jam kerjanya, kalau bisa 24 jam lebih bagus karena mengejar ritasenya.
“Perlu diingat kalau manusia itu bukan robot, jadi memiliki keterbatasan kemampuan fisik dan mental,” ucap Sony kepada Kompas.com, Selasa (15/12/2020).
Ketika dipaksakan, maka ada kondisi dropnya, sehingga memengaruhi fokus, refleks dan kemampuan dalam mengoperasikan kendaraan, ini lah yang menyebabkan kecelakaan di jalan. Untuk menjaga kondisi tetap prima, dibutuhkan ritme mengemudi dan beristirahat.
“Dibutuhkan ritme mengemudi dan beristirahat yang berkala, maksimal empat jam lalu istirahat maksimal 30 menit,” kata Sony.
Selain itu, Sony juga menyarankan untuk Dinas Perhubungan agar membuat suatu sistem agar pengemudi bisa beristirahat secara berkala. Bisa dibuat checkpoint yang ada checkernya di setiap perjalanan, sehingga kendaraan umum wajib berhenti.
“Dengan adanya check point itu, pengemudi wajib beristirahat sehingga bisa menghambat terjadinya kecelakaan, mau ngebut juga harus berhenti di kilometer berikutnya, seperti time rally,” ucapnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/12/16/114200715/jam-kerja-pengemudi-truk-dan-bus-di-indonesia-masih-belum-jelas