JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa pengendara sepeda motor mengurangi tekanan udara pada ban saat hujan, melintasi genangan air, atau jalan yang licin. Upaya ini dilakukan demi mendapatkan traksi lebih baik.
On Vehicle Test PT Gajah Tunggal Tbk, Zulpata Zainal, mengatakan, mengurangi tekanan ban memang membuat permukaan ban menjadi lebih lebar, tapi perilaku ini tidak dibenarkan.
“Banyak mengurangi tekanan ban karena secara fisik ban jadi lebih lebar dan dianggap mampu menggigit aspal dengan baik. Ini justru salah kaprah,” ujar Zulpata saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/9/2020).
Sebab, jika ban kurang udara maka pola tapak ban yang menyentuh jalan jadi berubah. Padahal alur pada tabak ban tersebut punya tugas krusial yaitu memecah dan membuang air pada saat ban melintas.
Selain itu, saat ban kekurangan udara maka tekanan ban menekan air juga berkurang. Berbeda dengan ban yang memiliki tekanan udara normal, ban mampu menyingkirkan air dari atas permukaan aspal.
“Jika tekanan dikurangi maka yang terjadi ban kekurangan contract patch saat menembus air hujan. Akibatnya ban malah tidak menggigit aspal dan kondisinya membahayakan,” tutur Zulpata.
Zulpata menambahkan, mengurangi tekanan angin ban baik di permukaan basah maupun kering sebetulnya sangat tidak dianjurkan karena banyak memiliki dampak negatif.
“Banyak kerugiannya, diantaranya stabilitas jadi turun, handling jadi terasa berat, kemampuan pengereman menurun, lebih boros BBM, dan bisa menyebabkan kerusakan ban akibat defleksi berlebihan,” katanya.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/09/24/102200315/perlukah-pemotor-kurangi-tekanan-udara-ban-saat-hujan