JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap pemilik kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, wajib untuk melakukan pembayaran pajak kendaraan setiap tahunnya.
Selain pajak tahunan, pemilik kendaraan juga wajib membayar pajak kendaraan setiap lima tahun.
Pajak lima tahunan memiliki persyaratan serta prosedur yang tidak sama yang harus dilakukan oleh setiap pemilik kendaraan bermotor.
Jika pajak tahunan, pemilik kendaraan tidak perlu membawa kendaraan ke kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat).
Selain itu, bisa dilakukan di gerai-gerai pajak yang sudah disediakan oleh Samsat atau dengan kata lain tidak harus datang ke kantor Samsat induk.
Namun, jika pajak lima tahunan, pemilik kendaraan wajib membawa kendaraan ke kantor Samsat.
“Untuk persyaratannya pajak lima tahunan seluruh wilayah sama, seperti membawa STNK, BPKB, KTP atas nama pemilik, dan juga kendaraan yang akan dipajakkan,” ujar Herlina Ayu, Humas Bapenda DKI Jakarta, kepada Kompas.com, Kamis (27/8/2020).
Cek fisik
Persyaratan tersebut juga harus difotokopi atau digandakan terlebih dahulu. Herlina menambahkan, untuk pajak lima tahunan juga akan dilakukan cek fisik kendaraan oleh petugas.
Cek fisik ini meliputi nomor rangka kendaraan dan nomor mesin kendaraan.
Pengecekan ini untuk memastikan kesesuaian antara kendaraan dengan surat-surat kendaraan, seperti di STNK dan BPKB.
“Untuk pajak lima tahunan ini memang berbeda dengan yang satu tahunan, akan ada cek fisik kendaraan juga,” katanya.
Administrasi
Setelah melakukan cek fisik kendaraan, selanjutnya pemilik kendaraan bisa melakukan pembayaran administrasi untuk pajak ke loket pembayaran.
Untuk jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kendaraan saat bayar pajak lima tahunan juga akan lebih besar dibandingkan pajak tahunan.
Tentunya hal ini karena saat pajak lima tahunan pemilik kendaraan juga akan dikenai biaya untuk penerbitan STNK, yaitu Rp 100.000 untuk kendaraan roda dua.
Sedangkan untuk kendaraan roda empat sebesar Rp 200.000.
Selain itu, pemilik kendaraan juga akan dikenai biaya tambahan untuk penerbitan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) Rp 60.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp 100.000 untuk kendaraan roda empat.
Ditilang
Pajak kendaraan mati yang bisa ditilang atau tidak oleh polisi masih menjadi perdebatan di masyarakat. Meski pada kenyataannya, jika ada razia dan pajak mati biasanya akan ditilang.
Budiyanto, pemerhati masalah transportasi, mengatakan, pajak kendaraan mati bisa ditilang oleh polisi karena berkaitan soal keabsahan surat tanda nomor kendaraan ( STNK).
"Dari perspektif hukum, pajak mati kendaraan bermotor bisa ditilang dengan argumentasi hukumnya bukan masalah pajak mati, tapi berkaitan dengan keabsahan STNK," tulisnya dalam siaran resmi, Rabu (26/8/2020).
Mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya tersebut mengatakan, hal itu diatur dalam UU No 22 Tahun 2009 dan peraturan turunan yang sudah diatur baik dari aspek yuridis maupun mekanismenya.
Berikut penjelasan Budiyanto dari segi hukum mengapa pajak mati bisa ditilang oleh polisi:
1. Pasal 64
- Ayat ( 1 ) bahwa setiap kendaraan bermotor wajib diregistrasi.
- Ayat ( 2 ) Sebagai bukti bahwa kendaraan bermotor telah diregistrasi, antara lain pemilik diberi Surat Tanda Nomor kendaraan bermotor (STNK).
2. Pasal 68
- Ayat ( 1 ) Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda kendaraan bermotor dan Tanda Nomor kendaraan bermotor.
3. Pasal 70
- Ayat ( 2 ) Surat Tanda Nomor kendaraan bermotor dan Tanda Nomor kendaraan bermotor berlaku selama 5 ( lima ) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.
4. Pasal 37
Ayat ( 2 ) dan ayat ( 3 ) Perkap No 5 th 2012 tentang Registrasi dan identifikasi.
Ayat ( 2 ) STNK sbg bukti legitimasi pengoperasian Ranmor.
Ayat ( 3 ) STNK berlaku selama 5 tahun sejak diterbitkan pertama
kali, perpanjangan dan/ atau pendaftaran mutasi dari luar wilayah Reg Ident dan harus dimintakan pengesahan setiap tahun.
5. Dalam peraturan lain juga menyebutkan dalam mekanisme pengesahan bahwa sebelum disahkan pemilik wajib membayar pajak dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).
Jadi antara pembayaran pajak, SWDKLLJ, dan pengesahan merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan dalam rangka menjamin legitimasi atau keabsahan STNK.
Ketentuan pidana pelanggaran bisa dikenakan Pasal 288 ayat ( 1 ) dipidana dengan pidana kurungan 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 ( lima ratus ribu rupiah ).
Pajak mati STNK tidak sah
Budiyanto mengatakan, poin nomor 1 sampai 5 saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Selain itu, pajak mati membuat STNK tidak sah karena pengesahan STNK seharusnya dilakukan setiap tahun.
"Masa berlaku STNK lima tahun, dan harus disahkan setiap tahun. Pada saat pengesahan, sebelum disahkan oleh petugas pemilik harus bayar pajak dan SWDKLLJ baru disahkan. Pajak mati berarti belum disahkan oleh petugas yang punya kewenangan," katanya kepada Kompas.com.
"Mungkin argumentasinya bisa dibaca dari poin 1 sampai dengan 5. Yurisprudensinya sudah cukup banyak," kata Budiyanto.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/08/28/064200615/urus-pajak-kendaraan-5-tahunan-ada-biaya-tambahan-ini-rinciannya