JAKARTA, KOMPAS.com - Meski terlihat sederhana, mendahului kendaraan butuh konsentrasi dan perhatian ekstra. Sebab menyalip merupakan salah satu penyumbang kecelakaan lalu-lintas terbesar.
Jusri Pulubuhu, Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), mengatakan, baik di Indonesia dan di dunia angka kecelakaan karena menyalip cukup tinggi, yakni mencapai 70 persen.
"Kecelakaan terjadi di Indonesia atau luar negeri kalau kita pilah-pilah ternyata yang paling besar itu menyalip. Hampir 70 persen - 72 persen kecelakaan terjadi pada saat menyalip," kata Jusri kepada Kompas.com, Kamis (18/6/2020).
Oleh karena itu kata Jusri, di seluruh dunia aturan yang paling banyak itu aturan soal menyalip kendaraan. Baik itu aturan mendahului dari segi tempat hingga tata cara menyalip yang benar.
"Aturan soal menyalip paling banyak dibandingkan aturan lain seperti dilarang menyalip di tikungan, di tanjakan, di turunan, di persimpangan, di bundaran, di polisi tidur, di zebra cross, di bawah fly over, di depan rumah sakit, menyalip dari kiri, dan lainnya," katanya.
Bisa demikian karena kata Jusri, saat mau menyalip sebetulnya banyak proses yang harus dihadapi. Apalagi mendahului kendaran besar seperti bus dan truk, atau menyalip di jalan yang ramai plus dua jalur berlawanan.
"Apalagi di dua jalur lalu lintas, pada saat itu selain kecepatan kita harus lebih tinggi dari kendaraan yang disalip, kita juga menggunakan jalur badan orang atau lawan arah," kata Jusri.
Jusri menambahkan, ketika menyalip motor dianggap tidak berisiko karena blind spot kendaraan kecil. Tapi hal itu berbeda kalau harus menyalip bus atau truk terutama di jalan raya.
"Kalau bus dan truk kita tidak melihat apa yang ada di depan dia. Kalau misalkan di depan ada binatang (anjing/kucing) menyeberang, dan di saat yang sama sang sopir tidak melihat kita, selain mengerem opsinya apalagi, ya buang ke kanan. Sedangkan kita ada di sisi kanan, habis kita," katanya.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/06/19/132200215/pengemudi-wajib-paham-soal-etika-menyalip-kendaraan-ini-sebabnya