JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaraan listrik terus berkembang di Indonesia, baik dalam wujud sepeda motor, mobil, hingga bus. Kendaraan ramah lingkungan ini disebut-sebut lebih hemat pengeluaran operasionalnya, dibandingkan yang bermesin konvensional yang masih konsumsi bahan bakar.
Pada sepeda motor listrik, komponen penggeraknya relatif lebih sedikit, yang terdiri dari tiga unit, yaitu motor penggerak, baterai, dan sistem kelistrikan.
Dengan minimnya komponen tersebut, biaya perawatan motor listrik diklaim jauh lebih irit ketimbang motor konvensional. Bahkan, biaya pengecasan atau isi ulang baterai yang memerlukan listrik disebut juga lebih murah daripada isi bensin.
"Jika dihitung akan lebih murah daripada motor konvensional. Sebab motor listrik tidak pakai servis rutin," kata kata Frengky Osmond, Marketing Communication PT Triangle Motorindo, produsen motor listrik Viar Q1 kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Frengky menambahkan, dalam penggunaan sehari-hari, motor listrik hanya memerlukan dua biaya penting yang harus dihitung, yakni pemakaian listrik untuk isi ulang baterai dan pemakaian baterai yang dikorelasikan dengan usia pakai.
Contohnya, untuk mengisi baterai Viar Q1 hingga penuh sebesar 2 kWh butuh waktu lima jam. Dengan tarif dasar listrik PLN sebesar Rp 1.467 (Mei 2020), maka sekali isi hingga penuh hanya butuh Rp 2.934. Uang tersebut bisa digunakan untuk jarak tempuh 60 km.
"Kemudian kita bandingkan dengan motor konvesional, 60 km sekali isi bensin misalkan RON 90 per liter Rp 7.650 (Juni 2019). Itu belum bisa untuk 60 km. Anggap motornya skutik, dan bisa melaju 40 km per liter, artinya butuh 1,5 liter," kata Frengky.
Sedangkan pada mobil listrik, Ricky Humisar Siahaan, Deputy Product Division Head PT Sokonindo Automobile, menjelaskan, Glory E3 memiliki kapasitas baterai sebesar 52,56 kWh. Dengan kapasitas sebesar itu, Glory E3 mampu menempuh jarak hingga 405 km.
"Jarak dari Jakarta ke Semarang itu sekitar 400 km. Artinya, dengan baterai yang terisi penuh, Glory E3 mampu mencapai Semarang. Tentunya, dengan kecepatan yang konstan," ujar Ricky, di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019, di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD, beberapa waktu lalu.
Ricky menambahkan, jika membeli token atau listrik prabayar PLN seharga Rp 100.000 akan mendapat sekitar 66 kWh. Berarti, cukup untuk mengisi penuh baterai dari Glory E3. Bahkan, masih ada sisa untuk keperluan listrik rumah lainnya.
Sebagai perbandingan, hasil tes resmi yang dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terhadap Glory 560 adalah 12,66 km per liter.
Jika menggunakan Pertamax dengan harga per liter Rp 9.000 (Mei 2020), maka dengan jarak tempuh 405 km, Glory 560 akan menghabiskan sekitar Rp 288.000 untuk mencapai Semarang. Hampir tiga kali lebih mahal dibanding Glory E3.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, mengatakan, rata-rata mobil mesin bensin saat ini membutuhkan 1 liter bahan bakar minyak (BBM) untuk jarak tempuh 10 kilometer.
Sementara itu untuk jarak tempuh yang sama, mobil listrik hanya memperlukan daya listrik sebesar 2 kilo watt hour kWh. Bila dihitung biaya listrik saat ini, dengan tarif PLN sebesar Rp 1.467 per kWh, maka mobil listrik hanya membutuhkan biaya listrik sebesar Rp 2.934 per 10 km atau hanya sekitar Rp 3.000 per 10 km.
"Satu kWh listrik, kalau rumah tangga Rp 1.467. Kali dua kurang lebih Rp 3.000. Jadi kalau pakai mobil bensin 10 km biayanya Rp 9.500, kalau pakai listrik Rp 3.000," ujar Darmawan di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, belum lama ini.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/05/28/090200815/apa-betul-kendaraan-listrik-lebih-hemat-dibandingkan-konvensional-