JAKARTA, KOMPAS.com - Penundaan program pemberantasan kendaraan over dimension over load (ODOL), disebut salah satu bentuk atas ketidakpedulian Pemerintah Republik Indonesia terhadap keselamatan jalan.
Sebagaimana dikatakan Pengamat transportasi dan keselamatan berkendara dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, kendaraan ODOL selama ini berkontribusi secara signifikan terhadap keberlangsungan perekonomian nasional.
"Dalam hal ini ialah tingkat kecelakaan lalu lintas dan membengkaknya anggaran pemeliharaan jalan. Jadi, penundaan program pemberantasan ODOL menunjukkan betapa sangat tidak pedulinya pada keselamatan bertransportasi dan kerugian negara." ujarnya kepada Kompas.com, di Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Berdasarkan catatan Kementerian PUPR, lanjut Djoko, biaya pemeliharaan akibat kendaraan ODOL yang beroperasi di jalan tol dan non-tol adalah Rp 43,45 triliun per tahun.
Sementara berdasarkan data Korlantas Polri, pelanggaran ODOL menduduki peringkat ke empat dari 11 jenis pelanggaran lalu lintas selama 2019, yakni 136.470 kasus.
"Berdasarkan data tersebut, pembengkakan anggaran pemeliharaan jalan tidak sebanding dengan penerimaan pajak dari aktivitas bisnis para pengusaha yang masih tetap menginginkan perpanjangan masa bebas ODOL hingga 2024. Jadi sebetulnya tidak ada alasan untuk menunda," kata Djoko.
"Jika terjadi kecelakaan, infrastruktur rusak, Kemenperin dan Menperin juga harus bisa menanggung risikonya baik material maupun immaterial karena jadi pihak yang menginginkan penundaan program ODOL," kata Djoko.
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan sebelumnya mencanangkan program bebas ODOL pada 2021. Hal ini pun mulai dijalankan dengan adanya sterilisasi berupa sanksi sampai pemotongan unit truk yang terbukti ODOL.
Dasar pemberantasan ODOL ini tertulis pada Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 21 Tahun 2019 mengenai Pengawasan terhadap Mobil Barang atas Pelanggaran Muatan Lebih (Over Loading) atau Pelanggaran Ukuran Lebuh (Over Dimension).
Namun disaat program ODOL mulai berjalan karena banyaknya angka kecelakaan yang terjadi, Menteri Perindustrian justru meminta Menteri Perhubungan untuk menunda program tersebut.
Akhirnya terjadi kesepakatan bila program pemberantasan ODOL tetap berjalan dengan lima pengecualian kendaraan industri komoditas, yakni semen, baja, kaca lembaran, beton ringan, dan air minum dalam kemasan.
Pengecualian ini awalnya hanya sampai 2022 saja, tapi usai dibincangkan kembali pada Rapat Pembahasan Kebijakan Penanganan ODOL (24/2/2020), mundur hingga Januari 2023.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan, penundaan itu terjadi karena maraknya wabah virus corona, kepastian ekonomi global, hingga penyesuaian industri terkait.
Meski demikian, penanganan ODOL akan tetap berjalan terutama di jalan tol dari Bandung hingga Tanjung Priok, dan sebaliknya.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/02/28/065100415/regulasi-truk-odol-ditunda-pemerintah-tak-peduli-keselamatan-jalan