JAKARTA, KOMPAS.com - Kabar adanya rencana pembatasan sepeda motor melintas di jalan nasional, menjadi topik hangat yang banyak dibicarakan.
Bahkan banyak asumsi timbul bila hal tersebut menyudutkan pemilik motor berkubikasi di bawah 250 cc, dan menjadi angin segar bagi pemilik motor besar (moge).
Namun saat dikonfirmasi, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Nurhayati Monoarfa, menjelaskan bila hal tersebut merupakan wacana yang diutarakan ketika Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) mengenai pembahasan Penyusunan RUU Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dengan beberapa pakar.
"Ini wacana saat dengan pakar mengenai transportasi perkotaan dan kemacetan. Dari situ beberapa faktor kemacetan salah satunya dikarenakan volume kendaraan sudah berlebih, baik itu motor maupun mobil, tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan raya," ucap Nurhayati saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/2/2020) malam.
"Lalu muncul diskusi bagaimana bila dibatasi jumlahnya, jadi ini berlaku bukan hanya untuk motor saja tapi juga untuk mobil, dua-duanya," kata dia.
Terkait soal motor berkubikasi 250 cc ke atas, Nurhayati mengatakan berkaca dari beberapa negara berkembang yang sudah lebih dulu menerapkan aturan ini. Bahkan negara-negara yang memproduksi motor dan menjualnya di Indonesia pun sudah memberlakukan hal serupa.
Namun tujuan dari wacana membatasi motor sebenarnya bukan semata hanya sekadar mengatasi kesemrawutan, tapi justru lebih fokus ke permasalahan keselamatan di jalan raya.
"Selain beban jalan, kalau melihat dari data kecelakaan hampir 73 persen kecelakaan di jalan raya atau nasional didominasi roda dua, hal itu juga yang menjadi fokus pertimbangannya," kata politisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) itu.
Menurut Nurhayati, pada umumnya motor dengan cc besar sudah tak lagi digunakan sebagai kendaraan santai, layaknya untuk pergi membawa boncengan bertiga dengan anak, atau sebagainya. Tapi lebih ke pemakaian individu yang memang bisa digunakan untuk jarak jauh.
Bahkan Nurhayati menyayangkan bila adanya wacana tersebut dikaitkan langsung dengan sikap diskirminasi terhadap motor berkubikasi kecil. Karena pada dasarnya, hal ini bertujuan untuk mengatur bukan sebagai tindakan yang melarang penggunaan motor tersebut.
"Prinsipinya berkaitan dengan keselamatan. Kami mengatur rute di area mana saja motor bisa melintas seperti ke jalan-jalan perumahan dan lainnya, bukan di jalan nasional seperti lintas provinsi, kabupaten, atau kota. Karena pada dasarnya rancang bangun motor dengan cc kecil juga bukan peruntukannya untuk jalan jauh," kata Nurhayati.
"Ini juga nanti berlaku untuk mobil, tapi yang ini (mobil) melalui pembatasan kendaraan, contoh seperti mobil dengan usia 10 tahun, pembatasan kepemilikan kendaraan, dan lainnya. Jadi bukan berarti hanya melarang motor cc kecil saja, motor boleh digunakan tapi diatur di mananya," ucap Nurhayati.
Darmaningtyas, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), yang juga terlibat dalam diskusi bersama Nurhayati, membenarkan hal tersebut.
Menurut Darma, memang diperlukan langkah tegas untuk membatasi volume kendaraan, baik motor atau mobil, guna menangani masalah keselamatan dan juga ketertiban.
"Pembahasan itu pekan lalu, memang kami diskusikan soal pembatasan kendaraan. Untuk motor fokusnya pada jalan nasional dan mobil melalui pembatasan kepemilikan. Ini sangat penting, bila tidak dimulai mau seperti apa nantinya, tinggal saat ini berani atau tidak untuk diterapkan," kata dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/02/25/073200915/ini-penjelasan-lengkap-soal-wacana-pembatasan-motor-di-jalan-nasional