Contoh paling masif, yaitu kasus airbag Takata yang mewajibkan sejumlah produsen otomotif khususnya roda dua menarik ribuan unit mobil di Indonesia.
Sedangkan untuk sepeda motor, kasus terakhir yaitu soal Astra Honda Motor (AHM) yang melakukan perbaikan kembali terhadap terhadap 3.930 unit PCX 150 produksi 26-29 Juni 2019.
Sebetulnya bukan hanya Honda, tahun lalu PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) agen pemegang merek (ATPM) motor Suzuki di Indonesia menarik17.908 unit roda dua.
Beberapa model yang ditarik ialah Address produksi 2013-2018 (13.249 unit) dan Nex 110 A/T produksi 2017-2018 (4.659 unit). Program telah dilaksanakan mulai dua tahun lalu.
Adapun tahun lalu PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) melakukan recall terhadap model YZR- R25 dan MT-25, Tricity, serta Tmax.
Secara total, ada 32.258 unit yang terlibat. Yamaha pun telah mengumumkan recall untuk R25 dan MT-25 produksi 2014-2017 di dalam negeri karena ada masalah pada bagian mesin dan radiator.
Aturan recall
Indonesia baru memiliki aturan terkait recall kendaraan, yakni pada Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 53 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penarikan Kembali Kendaraan Bermotor.
Regulasi ini telah diberlakukan pada 12 Agustus 2019. Menurut Pasal 6, penarikan kembali kendaraan bermotor dilaporkan kepada menteri melalui direktur jenderal.
Seusai menyampaikan laporan, berdasarkan Pasal 8, pemegang merek kendaraan bermotor harus melakukan pemberitahuan kepada pemilik yang terlibat.
Adapun cara penyampaian bisa melalui telepon, surat, media cetak, atau media elektronik. Pada keadaan mendesak, penarikan dapat dilakukan sebelum menyampaikan laporan kepada menteri.
Namun, regulasi ini tidak mewajibkan para pemegang merek atau produsen kendaraan bermotor untuk mengumumkan recall secara terbuka.
Padahal, recall yang diumumkan secara terbuka belum tentu menjamin seluruh kendaraan yang bermasalah terjangkau untuk diperbaiki, apalagi secara tertutup.
Aturan tata cara recall menurut Permenhub Nomor 53 Tahun 2019:
Pasal 7:
Perakit, pembuat, pengimpor, distributor, atau pemegang merek kendaraan bermotor harus memiliki standar operasional prosedur tertulis. Standar tersebut harus diumumkan kepada masyarakat.
Pasal 8:
(1) Setelah menyampaikan laporan, perakit, pembuat, pengimpor, distributor, atau pemegang merek kendaraan bermotor melakukan pemberitahuan kepada pemilik Kendaraan Bermotor untuk dilakukan penarikan kembali.
(2) Dalam hal keadaan mendesak, penarikan kembali kendaraan bermotor dapat dilakukan sebelum menyampaikan laporan kepada Menteri.
(3) Pemberitahuan kepada pemilik Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan melalui:
a. telepon;
b. surat;
c. media cetak; dan/atau
d. media elektronik.
Pasal 9:
Kendaraan bermotor yang telah dilakukan penarikan kembali sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) dilakukan pemeriksaan dan/atau perbaikan oleh perakit, pembuat, pengimpor, distributor, atau pemegang merek kendaraan bermotor.
Perbaikan kendaraan bermotor dilakukan sesuai standar operasional prosedur dari perakit, pembuat, pengimpor, distributor, atau pemegang merek kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor yang telah dilakukan pemeriksaan dan/atau perbaikan sebagaimana pada ayat (1) dilaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Di sisi lain, dalam Pasal 45, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tertulis,
"Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum."
https://otomotif.kompas.com/read/2020/02/18/071200315/simak-ini-aturan-resmi-soal-recall-kendaraan-di-indonesia