JAKARTA, KOMPAS.com – Rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberantas angkutan over dimension over loading (ODOL) pada 2021, mengalami kendala lantaran adanya permintaan penundaan dari Menteri Perindustrian (Menperin) Agung Gumiwang Kartasasmita.
Hal ini pun mendapat beragam reaksi, termasuk dari Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno. Menurut Djoko, dampak peredaran ODOL sudah cukup banyak merugikan, baik dari segi material sampai korban jiwa karena kecelakaan.
"Harusnya tak perlu lagi ditunda-tunda atau memberikan pengecualian hanya karena masalah industri. Harus diingat dampak ODOL itu sangat mengerikan, bukan hanya merusak jalan tapi juga menyebabkan nyawa melayang," ucap Djoko saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/2/2020).
"Jadi tidak usah ditunda, tetap jalan saja, nanti kalau ada yang meninggal lagi karena ODOL bagaimana, tinggal limpahkan saja dosanya sama siapa yang memberikan izin," kata dia.
Tak hanya itu, Djoko juga menyarankan Kemenhub bersama dengan kepolisian untuk lebih tegas lagi dalam upaya pembebasan ODOL di Indonesia. Contohnya, dengan memberikan efek jera melalui denda dan saksi yang besar.
Bukan hanya untuk pengusaha atau pemilik angkutannya saja, tapi juga bagi pihak-pihak terkait lainnya, yakni karoseri yang mana berperan untuk merancang muatan truk-truk tersebut agar bisa memuat lebih banyak dari yang sudah ditentukan.
"Kalau saya bilang aturan yang sekarang itu kurang, harusnya jangan didenda Rp 24 juta, itu masih kecil, kalau bisa dibuat di atas Rp 100 juta. Tujuannya jelas untuk penindakan dan akan menimbulkan efek jera atau kapok, ini berlaku dari hulu hingga hilir," ujar Djoko.
Seperti diketahui, sanksi untuk ODOL yang digunakan saat ini mengacu pada Undang Undang Lalu Lintas Jalan Raya Nomor 22 Tahun 2009 padal 277, dengan bunyi :
Setiap orang yang memasukkan kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia membuat, merakit, atau memodifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagai dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dapat dipidana kurungan penjara paling lama 1 tahun atau denda paling tinggi Rp 24 juta.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/02/14/071200915/saran-pengamat-transportasi-truk-odol-didenda-ratusan-juta-rupiah