JAKARTA, KOMPAS.com- Penyebab kecelakaan bus pariwisata PO Purnama Sari di nopol E 7508 W di kawasan Kampung Nagrog, Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Subang, Sabtu (18/1/2020) masih terus diselidiki. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, diketahui bus menggunakan selang rem tidak sesuai dengan standar.
Selain itu, bus juga belum mengantongi izin operasional untuk bus pariwisata. Kemudian, petugas juga menemukan adanya ketidaksesuaian antara data yang ada di Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dengan kondisi fisik.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi menyampaikan, Kemenhub bersama dengan pihak terkait lainnya seperti Polda Jabar, Polres Subang, KNKT dan juga mekanik Mercy (Mercedes-Benz) masih melakukan pemeriksaan.
“Kami sedang mencari faktor penyebab dan yang bisa dijadikan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kecelakaan ini dari sisi hukum. Kalau pengemudi kan ikut meninggal, jadi penyelidikan terhadapnya jelas sudah dihentikan,” ujar Budi saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/1/2020).
Budi menambahkan, selain pengemudi yang juga bisa ikut bertanggung jawab adalah dari pihak mekaniknya. Termasuk juga pemilik perusahaan otobus (PO) atau operatornya.
“Dasar kasus seperti yang terjadi di tanjakan Emen dulu, selain pengemudi juga dari pihak mekaniknya juga bisa kena (jeratan hukum). Bahkan mekaniknya juga kena (hukuman penjara) tujuh tahun,” ucapnya.
Maka dari itu, Budi mengharapkan kepada para pengusaha maupun mekaniknya agar tidak main-main dalam urusan keamanan dan keselamatan.
Dia mencontohkan seperti kasus bus yang mengalami kerusakan dan terjadi kecelakaan di tanjakan Emen.
“Kami harapkan para pengusaha atau mekanik di perusahaan-perusahaan itu jangan bermain-main kepada para pengemudi yang menggampangkan. Kemarin yang kasus bus ini juga terjadi kerusakan, tinggal nanti kita pelajari,” katanya.
Nantinya akan dilakukan pemeriksaan terhadap kondektur bus tersebut. Apakah, sebelum kejadian, sudah meminta masukan atau petunjuk kepada mekanik yang ada di kantor.
“Dari kondekturnya, minta masukan atau petunjuk tidak kepada mekanik yang ada di kantor.
Kalau mekaniknya memberikan arahan perbaikan dan sebagainya bisa kita jadikan sebagai tersangka juga atau pihak operatornya juga berarti pemilik perusahaan,” kata Budi.
Budi juga menegaskan, atas kecelakaan tersebut operator tidak bisa lepas tangan. Kemenhub bersama Korlantas Polri juga meminta kepada pihak operator agar tidak sembarangan.
Terutama dalam hal jaminan keselamatan, sehingga saat bus beroperasi dipastikan dari segi keamanan dan juga keselamatan para penumpangnya.
Termasuk juga dalam hal penggantian sparepart juga harus sesuai dengan yang standar pabrikan.
“Jangan yang menjadi pihak disalahkan adalah sopirnya saja, tetapi operator juga tidak bisa lepas tangan,” ucapnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/01/21/103200815/kecelakaan-bus-di-subang-mekanik-dan-operator-bisa-kena-jerat-hukum