JAKARTA, KOMPAS.com - Penggunaan rotator dan sirene kerap disalahgunakan oleh para pengguna kendaraan sipil. Padahal, sudah jelas tertulis dalam Undang-undang, peruntukkan perangkat tersebut hanya untuk kendaraan tertentu saja.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) sudah mengatur mengenai penggunaan rotator dan sirene di dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat 4 huruf f, dan Pasal 134.
Perlu diingat, UU LLAJ tidak menuliskan adanya kendaraan sipil yang diperbolehkan menggunakan rotator dan sirene.
Pasal 59 menjelaskan tentang pembagian warna lampu isyarat sesuai dengan fungsinya. Pasal 106 ayat 4 huruf f, menjelaskan tentang ketentuan pengguna kendaraan bermotor untuk mematuhi peraturan di jalan raya mengenai bunyi dan sinar.
Sedangkan pasal 134, menjelaskan tentang golongan kendaraan yang memperoleh hak utama untuk menggunakan rotator dan sirene.
Ada peraturan, tentunya ada juga sanksinya. Dalam Pasal 287 ayat 4, denda bagi para pelanggar ketiga pasal di atas sudah dituliskan. Sanksinya bisa berbentuk penjara selama satu bulan atau denda sebesar Rp 250.000.
Pasal tersebut berbunyi, "Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 106 ayat (4) huruf f, atau Pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)."
Nah, masih berani menggunakan aksesori yang bukan untuk kendaraan pribadi ini? Apabila nekat, siap-siap kena denda tersebut.
https://otomotif.kompas.com/read/2020/01/20/071200615/kendaraan-pakai-rotator-dan-sirene-pilih-penjara-atau-denda-