JAKARTA, KOMPAS.com – Senin (23/12/2019), Bus Sriwijaya bernomor polisi BD 7031 AU mengalami kecelakaan fatal, terjun ke jurang di Liku Lematang, Desa Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan.
Kabar terakhir menyebutkan, jumlah korban tewas dalam kejadian ini telah mencapai 35 orang. Pihak berwenang sampai saat ini masih melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab kecelakaan.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, menilai, Kementerian Perhubungan harus menjadikan program keselamatan sebagai prioritas kerja dalam Indikator Kerja Utama (IKU).
“Keberhasilan kinerja Kementerian Perhubungan diukur tidak hanya dari pembangunan fisik, akan tetapi sistem yang diciptakan untuk menjaga keselamatan bertransportasi,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com (25/12/2019).
Padahal menurut Djoko, Kemenhub sebelumnya memilki Direktorat Keselamatan Transportasi Darat. Namun, sejak dua tahun lalu ditiadakan dalam restrukturisasi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
“Dampaknya, program dan anggaran untuk keselamatan pasti minim, dan tinggal tunggu waktu kapan arisan nyawa melayang akan terjadi terus menerus di jalan raya,” katanya.
Selain itu, jika pemerintah serius ingin menurunkan angka kecelakaan seharusnya bisa menaikkan status KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) yang saat ini berada di bawah Kemenhub, menjadi BKTN (Badan Keselamatan Transportasi Nasional) di bawah Presiden.
“Hingga sekarang angka kecelakaan lalu lintas tidak pernah menurun. Jangan kompromi apalagi pungli terhadap keselamatan,” ucap Djoko.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/12/26/080200515/tragedi-bus-sriwijaya-indonesia-butuh-badan-keselamatan-transportasi