Banyuwangi, KOMPAS.com – Sebagian besar masyarakat Indonesia masih ragu pada mobil berteknologi hybrid karena khawatir soal performa dan kenikmatan berkendara. Setelah menempuh sekitar 380 km perjalanan mengendarai beberapa mobil hybrid andalan Toyota, ternyata menjelajah Banyuwangi-Bali terasa tidak istimewa, biasa-biasa saja.
Rute perjalanan tes drive yang dihajat PT Toyota Astra Motor (TAM) ini, melibatkan 32 jurnalis dan delapan unit mobil bertenaga ganda Toyota, yakni Corolla Altis Hybrid (1 unit), Camry Hybrid (1 unit), Alphard Hybrid (1 unit), C-HR Hybrid (3 unit) dan Prius Prime Plug-In Hybrid (PHEV) (2 unit).
“Ada dua hal yang masih dipertanyakan masyarakat soal hybrid, yakni apakah mobil ini masih menyenangkan untuk dikemudikan, lantas bagaimana power-nya di jalan,” kata Anton Jimmi Suwandy, Direktur Pemasaran TAM di Bedugul, Bali, Kamis (10/10/2019).
Sebenarnya, ada satu masalah lagi yang masih dipertanyakan masyarakat soal hybrid, terkait servis dan biayanya. Untuk bahasan seputar servis, sudah dibahas lebih dulu, pada artikel terpisah, dengan dukungan data biaya servis resmi yang dikeluarkan langsung oleh TAM untuk seluruh line-up hybrid yang sudah dijual.
Bumi Blambangan
Perjalanan kali ini dimulai dari setibanya rombongan di Bandara Blimbingsari, pagi hari, kemudian diarahkan ke Sun Osing Cafe dan Resto, untuk sarapan. Jaraknya relatif dekat, sekitar 1 km. Suasana jalan di Bumi Blambangan-julukan Banyuwangi-relatif dipadati warga yang beraktivitas. Tentu saja tidak ada macet di sini, sehingga perjalanan cukup lancar.
Rombongan kemudian mengarah ke De Djawatan, kawasan hutan wisata di Benculuk, berjarak sekitar 23 km, ditempuh kurang dari satu jam. Hutan ini menampilkan pemandangan menakjubkan, berdiri puluhan, mungkin ratusan pohon Samanea Saman, juga dikenal dengan julukan pohon hujan, monkey pod, atau trembesi, berusia ratusan tahun.
Pada perjalanan pertama ini, Kompas.com mendapatkan kesempatan jadi penumpang di Alphard Hybrid, layaknya pucuk pimpinan di suatu perusahaan ternama. Maklum, Alphard merupakan multi-purpose vehicle (MPV) premium terlaris di Indonesia saat ini.
Mengingat pengalaman pernah berkendara naik taksi premium di Ibu Kota yang menggunakan basis kendaraan serupa, rasanya duduk di baris kedua Alphard Hybrid terasa biasa saja. Tentu saja kenyamanan mobil ini di atas rata-rata segmen MPV di bawahnya, semacam Kijang Innova atau Avanza. Bahkan, suasana kabin terasa jauh lebih senyap, apalagi ketika motor elektrik saja yang beroperasi, di saat baterai terisi, di bawah kecepatan 30 kpj.
Urusan berkendara, Alphard Hybrid dibekali dua motor elektrik dipadu mesin konvensional 2.5 liter, berkode 2AR-FXE, dengan sistem e-Four. Ketika motor elektrik berkerja, maka MPV ini berkendara layaknya mobil berkonfigurasi all-wheel dirve (AWD). Kondisi ini yang membuat sensasi berkendara jadi lebih menyenangkan, ketimbang mesin konvensional saja yang berpenggerak dua roda depan.
Taman Nasional Baluran
Petualangan dilanjutkan dengan menuju ke destinasi wisata kedua, setelah terlebih dahulu mampir ke diler Auto2000 Banyuwangi dan makan siang di Osing Deles (Desa Wisata Kemiren). Selepas makan siang, Kompas.com bersama tiga rekan media lain, berganti kendaraan, kali ini menggunakan Toyota C-HR Hybrid, menuju Taman Nasional Baluran yang berjarak 55 km dari titik berangkat.
Perjalanan ini melintasi ruas jalan raya nasional, melintasi Kabupaten Banyuwangi dan Situbondo. Kondisi jalannya berupa aspal datar, dengan beberapa ruas bergelombang, dan belokan landai.
Selama perjalanan, kami sengaja memilih karakter berkendara normal, bukan Eco, sehingga bisa merasakan kondisi normal C-HR layaknya mobil konvensional. Rasanya lagi-lagi, ya layaknya mobil normal, biasa-biasa saja. Tidak ada gejala kekurangan tenaga atau karakter “lemot” seperti yang dikhawatirkan masyarakat pada mobil hybrid.
C-HR Hybrid yang memanfaatkan mesin 2ZR-FXE dengan output 100 PS dikombinasikan motor elektrik berkekuatan 36 PS, membuat karakter tenaganya mumpuni untuk perjalanan kali ini. Menyalip truk di depan terasa tidak perlu usaha yang sulit, karena cukup responsif.
Setibanya di lokasi, hutan baluran yang berjuluk Africa Van Java ini, betul-betul terasa seperti di Afrika Selatan. Kebetulan Kompas.com sudah berkesempatan meliput ke Savana, di Afrika Selatan, dan mendapatkan suasana pemandangan yang betul-betul mirip.
Kami berjumpa dengan banteng, monyet, dan burung merak di sini. Pemandangan sabana, bakau, rawa, pohon, dan ranting yang dilanda kekeringan karena musim kemarau panjang, terlalu sayang untuk dilewatkan.
Hari ini, rombongan kemudian menginap di Hotel El Royale, setelah sebelumnya sempat mampir makan malam di Rawon Bik Atik Resto. Total, perjalanan yang ditempuh pada hari pertama test drive ini mencapai 162 km.
Petualangan Bali
Hari kedua perjalanan, Kamis (10/10/2019), dari hotel menuju Pelabuhan Ketapang kemudian menyeberangi Selat Bali, bersandar di Gilimanuk. Kali ini, Kompas.com duduk di kursi pengemudi, mengendarai satu-satunya mobil yang belum dipasarkan Toyota di Indonesia, Prius Prime Plug-in Hybrid Vehicle (PHEV). Mobil ini statusnya segera dipasarkan, jadi masih menunggu persetujuan dari prinsipal.
“Target kita akhir tahun ini bisa segera dipasarkan di Indonesia, namun belum pasti kapan. Soal harga, juga belum diputuskan, namun kisarannya di bawah Rp 1 miliar,” kata Anton lagi.
Toyota Prius Prime PHEV dibekali mesin bensin 1.8 liter dipadu dengan motor elektrik dan baterai lithium-ion, berbeda dengan model hybrid saja yang berbekal baterai nickel metal hydrite. Baterai ini lebih berkualitas, baik dari segi penyimpanan, kekuatan, tetapi harganya jauh lebih mahal.
Selepas bersandar di Pelabuhan Gilimanuk, rombongan melanjutkan perjalanan 18 km menuju The Menjangan, resor butik, di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat, kemudian melanjutkan ke The Chocolate di Baturiti, Tababan. Jalur yang ditempuh kali ini, tergolong cukup menantang, menjadi ciri khas kondisi asli Indonesia. Jalan panjang, menikung tajam, tanjakan serta turunan curam yang memang menjadi khas Singaraja, Bali.
Sekali lagi, kekhawatiran masyarakat pada mobil hybrid, dalam hal ini PHEV pada powernya, baiknya dilupakan. Pasalnya, Prius Prime PHEV ini mampu berkelok-kelok di tikungan dan tanjakan curam layaknya mobil normal. Bahkan, ketika baterai masih terisi penuh, tarikan motor elektrik melahap tanjakan curam jadi lebih mantap, torsi terasa penuh dengan cepat.
Ketika isi baterai terkuras, sistem Hybrid Synergy Drive milik Toyota dengan halus, tak terasa, memindah alihkan tugas penyuplai tenaga dari mesin konvensional. Ketika mesin konvensional kembali jadi tumpuan utama, karakternya serupa layaknya sedan kecil kelas 1.8 liter. Tidak ada yang istimewa, sama saja!
Satu hal lagi, banyaknya turunan yang disuguhkan di jalur sepanjang 118 km ini, Prius Prime PHEV juga dengan mudah mengisi kembali baterai menangkap energi regeneratif ketika menginjak rem. Laju mobil juga tetap terukur dengan memindahkan tuas perseneling ke posisi “B”, sebagai engine brake, sehingga semakin terasa seperti mobil “normal”.
Dalam posisi ini, ditambah sesekali injak pedal rem, pengisian daya ke baterai juga lebih cepat, sehingga model full EV bisa dinikmati, ketika jalan sudah landai.
Setelah dari Tababan, rombongan melanjutkan perjalanan ke Kuta, mengakhiri test drive pada kesempatan kali ini.
Kesimpulan yang Kompas.com peroleh, tidak ada yang perlu dikhawatirkan oleh masyarakat yang ingin beralih dari mobil konvensional ke elektrifikasi, dalam hal ini hybrid atau PHEV. Semua sensasi berkendara dan power dari mobil hybrid maupun PHEV terasa normal, tidak istimewa, layaknya mobil pada umumnya.
Justru, dengan menggunakan teknologi hybrid atau PHEV, perjalanan yang ditempuh mencapai 380 km ini, tidak ada satu pun mobil yang mengisi bensin dari posisi penuh. Artinya, jauh lebih irit dan lebih ramah lingkungan!
Pun, jika pengisian bensin perlu dilakukan, bisa mampir di SPBU terdekat, layaknya mobil normal, tanpa harus khawatir tidak ada lokasi cas baterai yang tersedia di sepanjang perjalanan. Ini yang Kompas.com maksud dengan terasa tidak istimewa, karena kekhawatiran masyarakat atas adaptasi mobil konvensional ke hybrid atau PHEV bisa dengan mulus dilakukan.
Kelemahan mobil hybrid dan PHEV itu cuma satu, harganya yang mahal. Mudah-mudahan jika aturan turunan Pepres No. 55 Tahun 2019, tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, ada insentif yang bisa dinikmati masyarakat nantinya. Bisa bikin mobil hybrid atau PHEV jadi lebih murah.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/10/14/080200515/menjelajah-banyuwangi-bali-naik-hybrid-terasa-tidak-istimewa