JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak hanya berupaya menggunakan transportasi masal berbasis listrik dan ramah lingkungan, kendaraan pribadi pun mendapat diskriminasi di ibu kota baru. Mobil berbahan bakar fosil akan dibatasi jumlahnya.
Sebagaimana dikatakan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro saat menyampaikan materinya di depan Panitia Khusus (Pansus) ibu kota baru di Gedung DPR, Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Mobil ini posisinya diskriminasi," kata Bambang.
Dirinya menyebut bahwa ibu kota baru akan ramah bagi pengguna sepeda dan pejalan kaki. Sebab, konsep yang akan dibangun di sana adalah smart beautiful dan sustainable.
Sehingga, mobil pribadi akan terkena diskriminasi. Hanya saja tidak dijelaskan secara detail, bentuknya seperti apa. Apakah pengenaan pajak yang tinggi atau lain sebagainya.
"Intinya, kalaupun ada mobil kami harapkan mobil listrik," ujar Bambang.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi nampaknya setuju dengan usulan itu. Tapi ia lebih menyoroti transportasi masalnya, di mana, ditargetkan 75 persen angkutan umum yang akan dibuat ialah berbasis listrik dan ramah lingkungan, serta terkoneksi.
"Konektivitas dan aksesibilitas yang baik bisa dilakukan dengan membangun MRT, LRT, Kereta Api dan Bus Listrik. Itu akan sangat memudahkan pergerakan masyarakat," ujar Budi.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo memutuskan memilih lokasi ibu kota baru di dua kebupaten yang ada di Kalimatan Timur yakni Kebupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara.
Rencananya pembangunan kontruksi ibu kota baru akan mulai dilakukan pada 2021 sampai 2024. Oleh karena itu pemindahan ibu kota bisa mulai dilakukan pada 2024.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/10/03/144200115/mobil-pribadi-didiskriminasi-di-ibu-kota-baru