JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyatakan produksi dan penjualan Premium 88, Pertalite 90, Solar 48, dan Dexlite sudah saatnya dihentikan. Sebab, jenis bahan bakar tersebut diklaim menyumbang tingginya polusi udara, terutama di DKI Jakarta.
"BBM kualitas rendah berpotensi merusak mesin, selain tentunya menyebabkan tingginya emisi gas buang," kata Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB di Jakarta, belum lama ini di Jakarta.
Ahmad menyampaikan, oleh sebab itu sepeda motor juga disebut sebagai penyumbang polusi terbesar di Ibu Kota, karena secara populasi lebih besar dibandingkan jenis kendaraan lain.
Apabila hal tersebut dikabulkan, maka akan timbul gejolak yang cukup besar, khususnya pada pengemudi ojek online (ojol). Sebab, biaya pengeluaran untuk bahan bakar cukup diperhitungkan dan mempengaruhi pendapatan.
"Kalau Pertalite dihapus, ya mau tidak mau, maka harus ada penyesuaian tarif ojol lagi. Sebab biaya pengeluaran akan semakin tinggi. Dari tiap satu hari hanya Rp 20.000 menjadi Rp 35.000-an," kata salah satu pengemudi ojol, Syahrul kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Begitu pun yang dirasa oleh Deddy, pengemudi ojol asal Bekasi. Menurut dia, bahan bakar Pertalite masih cukup baik untuk sepeda motor sekarang. Selain dari harga, potensi masalah yang bisa terjadi juga tak kunjung datang.
"Baik-baik saja saya pakai Pertalite. Menurut saya sih dibuat pengecualian saja untuk orang yang bisa pakai Pertalite. Jangan benar-benar diputus karena dampaknya besar," katanya.
Pada kesempatan berbeda, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih juga sempat menyatakan bahwa pembatasan BBM tidak ramah lingkungan tersebut bukan cara satu-satunya untuk bisa mengembalikan kualitas udara di Jakarta.
"Sebetulnya kan sudah ada policy itu, standar Euro IV kan itu sudah dimulai adopsi standarnya. Hanya kan untuk diimplementasikan standar itu, butuh macam-macam, butuh teknologi otomotifnya, itu harus kompatibel juga apakah industri otomotif kita sudah siap," kata Andono.
"Ada juga teknologi penyulingan minyaknya. Jadi untuk mendapatkan bensin yang bersih banget seperti yang di Singapura atau di mana, kan harus ada shifting di teknologi kilang minyak," kata dia.
Namun semua kebijakan kembali pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Kebijakan-kebijakan pembatasan seperti itu tentu ada kaitannya nanti penawaran dan permintaannya seperti apa, kan kita juga perlu mempertimbangkan. Eksekusinya ada di Pemprov DKI," ujar Andono lagi.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/08/19/110200015/tanggapan-pengendara-ojol-bila-premium-dan-pertalite-dihapus