JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) sudah melakukan riset terkait pencemaran atau polusi udara. Salah satu kesimpulannya, adalah sepeda motor merupakan penyumbang polutan tertinggi dibanding kendaraan lainnya.
Sehingga, adalah salah sasaran jika kebijakan perluasan ganjil genap di DKI Jakarta mengecualikan sepeda moto, demi menekan polusi udara.
Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB, menjelaskan, angka polutan tertinggi berasal dari motor dengan persentase 44,53 persen, bus 21,43 persen, mobil pribadi 16,11 persen, dan sisanya dari bajaj. Menurutnya, pemerintah masih setengah hati dalam menekan pencemaran atau polusi udara di Jakarta.
"Jika ganjil genap ingin efektif, jangan ada diskriminatif antara roda dua dengan roda empat, dua-duanya diterapkan saja," ujar Puput, di sela-sela diskusi dengan tema "Pengendalian Pencemaran Udara Terganjal Kualitas BBM" di Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Menurutnya, pemerintah belum tegas dalam memperbaiki kualitas udara di Jakarta. KPBB sendiri sudah memberikan usulan agar motor dikenakan ganjil genap dan kawasannya menyeluruh di Jakarta.
"Tidak usah khawatir, karena sekarang masyarakat sudah tahu bahwa ada masalah besar dengan pencemaran udara kita," kata Puput.
Selain itu, KPBB juga mendesak Gubernur DKI Jakarta untuk melarang peredaran bahan bakar berkualitas rendah. Sebab, bahan bakar dengan kualitas rendah atau oktan rendah juga menyumbang polutan.
"Pencemaran udara yang semakin meningkat di DKI Jakarta, maka gubernur harus melakukan langkah yang sesegera mungkin untuk mengendalikan pencemaran udara, antara lain melarang penggunaan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut akan memicu tingginya emisi dari kendaraan bermotor," ujar Puput.
Bahan bakar berkualitas rendah yang dimaksud adalah Premium, Pertalite, Solar 48, dan Solar Dexlite. Bahan bakar tersebut juga tidak sesuai dengan kebutuhan mesin teknologi kendaraan bermotor sekarang ini.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/08/19/071200515/motor-wajib-kena-ganjil-genap-demi-tekan-polusi-jakarta