Jakarta, KOMPAS.com – Perjalanan Komparasi Trans Jawa, melalui tol sepanjang 700-an kilometer tentu saja menjemukan. Beruntung selama perjalanan, terdapat 23 titik rest area yang bisa dihampiri untuk sekadar meregangkan otot atau menikmati kuliner yang lumayan beragam, tersedia citarasa sekelas mal sampai kaki lima. Tapi, paling mendominasi makanan seadanya khas minimarket.
Pengalaman ini kami rasakan langsung ketika KOMPAS.com, melakukan perjalanan komparasi antara tol baru dengan jalan biasa melintasi jalur pantai utara (pantura), dari Jakarta menunju Surabaya, Kamis (3/1/2019). Perjalanan start dari KM 57, Rest Area Tol Cikampek, mengarah ke titik finis di Hotel Best Western, Surabaya. Tim A melintasi tol, sedangkan tim B melibas jalan biasa (jalur pantura).
Kali ini, kami mau berbagi pengalaman selama berjalan di Tol Trans Jawa, menghabiskan waktu perjalanan 9 jam 43 menit, sesuai yang tercatat di stopwatch. Selama perjalanan ini, kami juga menyempatkan untuk mampir ke seluruh Rest Area yang dilalui, dengan total 23 kali pemberhentian. Tentu saja, tidak semuanya kami mampir untuk makan, namun lebih ke mencatat fasilitas apa yang tersedia di masing-masing Rest Area.
Buat pemaparan fasilitas masing-masing Rest Area sepanjang jalan Tol Trans Jawa dari Jakarta menuju Surabaya, akan dibahas di artikel lainnya. Fokus kami kali ini, adalah melihat seberapa beragam kuliner yang ditawarkan.
Makan Cepat Saji
Boleh dibilang, makanan cepat saji jadi jawaranya selama melintasi Tol Trans Jawa. Merek-merek franchise ternama, ayam goreng asal Amerika Serikat sampai rumah nasi padang label “simpel”, punya gerai cukup besar layaknya mal di Ibu Kota. Gerai kopi ternama yang identik dengan koleksi tumbler-nya juga terlihat rajin menjajakan minuman panas atau dingin ke konsumen.
Jenis makanan ini cukup jadi andalan kebanyakan pelancong darat sepanjang tol Trans Jawa, termasuk kami. Menu yang sederhana, mengenyangkan, dan harga pasti, meskipun tidak murah, jadi pertimbangan utama. Namun, sering kali meskipun restoran cepat saji, ada saja sajian yang terpapar di papan menu, tak tersedia. Kata cepat saji juga agak luntur, karena sering juga konsumen harus menunggu belasan menit untuk mendapatkan menu pesanannya, karena baru dimasak.
Namun, satu hal yang wajib dipahami adalah, ketersediaan Rest Area dengan fasilitas dan pilihan kuliner yang beragam seperti ini minim sepanjang Tol Trans Jawa. Sepanjang perjalanan, jumlah gerai yang menyediakan beragam merek makanan ala mal jumlahnya relatif sedikit.
Namun, bukan berarti selama perjalanan sulit mendapatkan konsumsi yang layak. Masih banyak jenis makanan lain yang tersedia, mulai soto, nasi rames, angkringan, sampai bakso. Urusan level kenikmatan, ya, tergantung selera. Ada yang bilang enak, biasa saja, sampai ada yang menolak makanan yang disajikan.
Lokasi Rest Area yang sifatnya remote, sepertinya menjadi handicap tersendiri dalam urusan kesiapan bahan makanan. Sering kali, ditemukan makanan yang disajikan tidak segar, apalagi hangat, belum yang hanya mengandalkan makanan tadi pagi yang disajikan hingga malam hari dengan terus dipanaskan di atas kompor dengan api kecil.
Harga Mengejutkan
Dalam perjalana ini, Tim A yang menelusuri Tol Trans Jawa, juga menyempatkan mampir ke Rest Area KM 429 A, di Ungaran. Fasilitasnya termasuk lengkap, ada berabagai merek restoran ternama di sini. Tapi, kami memutuskan untuk makan angkringan yang terdapat di bagian belakang fasilitas ini. Dari empat orang, hanya tiga yang makan.
Menu yang dipilih untuk bertiga, dua nasi kucing (isi teri), empat tahu bakso goreng, dan 6 tusuk beragam sate khas angkringan, seperti usus, ati amplea, dan telor puyuh. Kami berempat juga memutuskan untuk meminum teh hangat manis untuk menemani waktu beristirahat.
Total biaya yang dikeluarkan untuk makanan ini Rp 83.000-an. Harga ini punya perbedaan kalau dibandingkan dengan angkringan yang buka di dekat kantor Palmerah, Jakarta Selatan. Dengan menu serupa, bisa dinikmati dengan biaya 20 persen lebih terjangkau.
Pemberhentian selanjutnya juga dilakukan tim A, tepatnya pada KM 626A, di ruas Tol Ngawi-Kertosono, mampir lagi. Kali ini, sajian yang kami nikmati bakso kuah dengan lontong, citarasa lokal yang unik tapi nikmat. Enam mangkok, satu lontong, tiga bungkus kerupuk kemasan, dan empat teh hangat tawar, kami lahap. Biaya yang dihabiskan Rp 130.000, harga yang kami anggap pantas, karena cukup nikmat menghabiskan sore hari sebelum melanjutkan perjalanan menuju Surabaya yang sudah tidak terlalu jauh lagi jaraknya.
Satu lagi, minimarket yang tersedia hampir di seluruh Rest Area juga punya makanan yang menarik. Memang tidak ideal untuk makanan sehari-hari, tapi untuk mendapatkan mie instan yang hangat, bisa diperoleh dengan biaya terjangkau. Juga ada teh seduh dan kopi sasetan. Buat mengganjal, beragam roti kemasan, bakpao, atau gorengan yang juga lumayan jadi alternatif.
Meski bisa dimakan, tetapi dengan segala keterbatasan, berbeda kalau menempuh perjalanan lewat jalan biasa (non-tol). Pilihan makanan dan restoran akan lebih beragam tergantung dari kota mana yang dilalui. Bisa disimpulkan, kuliner bisa menjadi kekurangan rute tol, selama perjalanan Komparasi Trans Jawa. Tim B yang lewat jalur pantura, punya pilihan makanan yang jauh lebih beragam.
Mungkin, alternatif yang bisa dilakukan kalau mau mencari makan, bisa keluar di pintu tol kota tertentu dan mencari di sana. Setelah kenyang, baru kemudian melanjutkan lagi perjalanan masuk ke tol, sehingga waktu tempuh tidak terlalu molor.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/01/16/152200915/kuliner-sepanjang-tol-trans-jawa-citarasa-mal-sampai-angkringan-