Dengan adanya regulasi ini, semua perusahaan angkutan umum wajib menerapkan SMK sebagai standarisasi menekan angka kecelakaan. Bagi perusahaan yang sudah memiliki izin sebelum SMK hadir harus segera menyusun SMK, sementara yang baru, akan diwajibkan memiliki SMK lebih dulu sebagai dasar perizinan.
"Ini akan kita terapkan pada semua operator dan perusahaan angkutan umum yang terdaftar. Jadi mereka wajib memiliki SMK sebagai bentuk komitmen keselamatan. Bagi yang tidak akan ada sanksi nantinya. Tapi saat ini kita sosilisasikan dulu mengenai SMK-nya, tidak langsung bicarakan soal sanksi," ucap Direktur Pembunaan Keselamatan Perhubungan darat Kemenhub Mohamad Risal Wasal, beberapa waktu lalu di Tangerang.
Untuk sanksi bagi perusahaan angkutan umum yang tidak menjalankan SMK, sudah tertuang dalam Permenhub Nomor 85 Tahun 2018 dalam pasal 18 dan 19. Sanksi yang dimaksud berupa administratif yang berupa peringatan tertulis, pembekuan izin, dan pencabutan izin.
Dalam pasal 19 dijelaskan bila sanksi administratif tertulis berupa peringatan tertulis yang akan dilayangkan sebanyak dua kali kepada perusahaan ankutan umum. Masing-masing memiliki jangka waktu 30 hari. Bila pemegang izin atau perusahaan tetap tidak melaksanakan setelah berakhir jangka waktu, maka akan diambil langkah pembekuan.
Seperti diketahui, SMK dibuat sebagai komitmen untuk memberikan pelayanan pada masyarakat. Menurut Risal, kedepannya masyarakat atau pengguna jasa angkutan umum diwajibkan juga untuk menanyakan kelayakan jalan dari kendaraan yang disewa atau digunakan, lengkap bersama izin sopirnya.
"Kita akan buat aturan tambahan, jadi kita dorong masyarakat juga untuk aware terhadap haknya untuk mendapatkan pelayanan dari jasa transportasi yang disewa atau digunakan. Mereka wajib menanyakan transportasi yang disewa, soal kondisi, kelayakan, sampai izin sopir dan lainnya," ucap Risal.
https://otomotif.kompas.com/read/2018/10/25/160200315/perusahaan-angkutan-tak-punya-manajemen-keselamatan-bakal-kena-sanksi