Jakarta, KOMPAS.com – Indonesia sudah seharusnya ikut berkompetisi ketat, demi menjadi bagian dari rantai pasok kendaraan listrik, untuk mengisi pasar dalam negeri maupun global. Entah satu saja atau tiga komponen penting sebisa mungkin diproduksi di sini.
Harjanto, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) mengatakan, kalau pihaknya saat ini mencoba menggali potensi bahan baku penting untuk komponen mobil listrik, logam tanah jarang (LTJ/rare earth element).
“Industri baterai itu key point-nya, materialnya saya lagi dorong untuk mengembangkan yang namanya logam tanah jarang (rare earth). Tidak mungkin kita bicara mobil listrik tapi enggak ada dukungan bahan baku,” ujat Harjanto, Senin (26/2/2018).
“Rare earth material di sini adalah suatu komponen di luar metal yang common. Sekarang kami sedang eksploitasi lebih jauh prosesnya seperti apa, kemudian di mana saja depositnya. Kali ini saya sedang dorong lembaga riset internasional untuk masuk ke kita,” ujar Harjanto.
Harjanto menambahkan, pihaknya baru memulai dan masih melihat nilai keekonomisannya. Tentu saja ketika berbicara industri harus bisa melihat nilai tambah apa yang harus dibangun di dalam negeri. “Nah sekarang kita harus lihat, kita punya apa untuk mendorong industri. Kita bicara industri ya, bukan sebagai barang jadi yang kita jual,” tutur Harjanto.
I Gusti Putu Suryawirawan ketika dahulu menjabat sebagai Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin menuturkan, memasuki era kendaraan hibrida, kendaraan listrik yang membutuhkan baterai tidak lagi dibutuhkan logam umum, seperti timah hitam.
"Logam yang dibutuhkan adalah logam tanah jarang, seperti selenium dan sebagainya," kata Putu. Kepulauan Bangka Belitung menjadi salah satu wilayah penghasil LTJ di Indonesia.
https://otomotif.kompas.com/read/2018/02/28/070200715/logam-tanah-jarang-jadi-harapan-indonesia-mengembangkan-mobil-listrik