Jakarta, KompasOtomotif – Kementerian Perindustrian terbitkan Permenperin baru nomor 34/2017 tentang Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih, yang diundangkan 8 September 2017. Pihak Kemenperin menyebut ini sebagai penyempurna kebijakan Permenperin 59/2010, untuk mengakselerasi pengembangan industri dalam negeri.
Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 39 Permenperin 34 tahun 2017, Permenperin 59 tahun 2010 masih berlaku, sepanjang tidak diatur pada Permenperin 34/2017, antara lain ketentuan terkait Industri Sepeda Motor, Industri komponen, dan completely built up (CBU).
“Aturan ini menyempurnakan beberapa ketentuan pada Permenperin 59/2010, untuk mengakomodir perkembangan industri yang sangat dinamis,” ujar Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronik, Kemenperin , I Gusti Putu Suryawirawan kepada KompasOtomotif, Kamis (20/10/2017).
Putu menambahkan, aturan IKD yang ada di dalam Permenperin diyakininya bakal menguntungkan semua pihak. Pasalnya skema IKD yang dibuat, tidak bersinggungan dan mengganggu produsen di segmen non-premium, yang sudah investasi besar di Indonesia.
“Peraturan ini disusun melalui proses yang melibatkan seluruh stakeholder industri kendaraan bermotor di Indonesia,” ujar Putu.
“Nilai Set” Sasar Segmen Premium
Terkait pasal 21 soal Nilai Set Kendaraan IKD (Incompletely Knocked Down), yang ditetapkan paling sedikit sebesar Rp 150 juta, Putu mengatakan, angka tersebut menyasar segmen mobil penumpang (sedan, 4x2, dan 4x4) premium, yang volume jualannya masih kecil dan belum diproduksi di lokal.
“Angka Rp 150 juta dibuat berdasarkan pertimbangan bahwa satu set kendaraan bermotor IKD, maksimal punya 3 dari 4 komponen utama (body, engine, transmission, axle), dengan masing-masing komponen utama diperkirakan akan memiliki nilai Rp 50 juta,” ucap Putu.
“Tujuan patokan nilai minimal Rp 150 juta, untuk membatasi agar penggunaan skema impor kendaraan bermotor IKD ini, tidak mengganggu segmen kendaraan non-premium, termasuk industri yang sudah memiliki pendalaman manufaktur di dalam negeri,” kata Putu.
Sementara ketika ditanyakan soal tarif bea masuknya, Putu masih enggan menjawabnya, dan menyebut itu jadi urusan Kementerian Keuangan, dalam hal ini (casu quo) Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Terkait Nilai Set, sesuai ketentuan umum pasal 1 nomor 26, adalah harga satu set dari Kendaraan Bermotor CKD atau IKD, yang digunakan untuk keperluan perakitan oleh Perusahaan Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih.
Nilai Set Kendaraan sendiri dihitung berdasarkan harga impor Kendaraan Bermotor CKD atau IKD, ditambah dengan premi asuransi dan biaya pengangkutan sampai di pelabuhan tujuan, dalam istilah umum bisnis perdagangan international, ini dikenal dengan CIF (Cost, Insurance, and Freight).
Jadi bisa dikatakan, Nilai Set untuk IKD Rp 150 juta adalah harga satu set komplit kendaraan, sebelum biaya perakitan dan margin keuntungan, jadi bukan off the road.
“Angka itu bukan off the road. Soal biaya perakitan tergantung masing-masing merek,” ujar sumber yang tidak ingin disebutkan namanya.
https://otomotif.kompas.com/read/2017/10/20/130200215/pemerintah-anggap-regulasi-ikd-membuat-semua-pihak-senang