Semarang, KompasOtomotif – Target menurunkan polusi udara dan ketergantungan akan bahan bakar fosil di Indonesia, tak hanya untuk mobil penumpang tapi juga niaga, seperti bus (transportasi). Payungnya adalah Peraturan Presiden nomor 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Di dalam Perpres, pilihan peralihannya adalah ke bahan bakar gas (BBG/CNG), dan opsi lainnya listrik (termasuk hybrid). Prosesnya bertahap, mulai 2025 sampai 2050. Berkesempatan berjumpa dengan Santiko Wardoyo, Direktur Pemasaran dan Penjualan PT Hino Motor Sales Indonesia (HMSI), dirinya secara spontan berkomentar soal bus listrik.
Dirinya mengaku tidak menutup diri soal perkembangan industri otomotif ke arah kendaraan lisrik. Mau tidak mau pasar Indonesia juga akan ikut ke arah sana.
“Untuk bus di Indonesia lebih baik dan lebih realistis adalah powertrain listrik dibanding dengan CNG (Compress Natural Gas). Karena kalau listrik infrastrukturnya tidak begitu serumit gas, asal listriknya sampai, di Kalimantan pun enak, bisa di-charge di rumah atau menyediakan terminal pengisian saja,” ujar Santiko, Selasa (12/9/2017).
Namun, Santiko mengatakan, soal produksi atau untuk membawa teknologi tersebut ke Indonesia masih sangat mahal. Pasalnya secara skala ekonomi belum memenuhi. Walaupun tidak menutup kemungkinan ke depannya bisa terealisasi.
“Kalau di Indonesia tergantung kesiapan pemerintah, kalau kami buat sendiri (tanpa dukungan regulasi) jadi mahal. Hino sendiri sudah memiliki model mobil niaga listrik, hanya mungkin belum terlalu difokuskan, hybrid juga kami punya,” ujar Santiko.
“Di sini, mungkin didahulukan didorong mobil penumpangnya, baru kemudian ke komersial. Lagi pula pasar kami hanya 15 persen, sementara passanger car sampai 85 persenan,” ucap Santiko.
https://otomotif.kompas.com/read/2017/09/16/070200615/hino-sebut-bus-listrik-lebih-realistis-dibanding-cng