Jakarta, KompasOtomotif – Diksi pembunuh, akhir-akhir ini gentayangan di seputar berita otomotif nasional. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ini punya arti, orang atau alat untuk membunuh. Kata bunuh sendiri punya arti, menghilangkan nyawa secara sengaja. Agak ngeri-ngeri sedap memang.
Kata ini seolah menjadi favorit buat media menciptakan rivalitas seimbang yang terjadi pada pasar mobil multi guna level bawah alias low multi purpose vehicle (LMPV) tujuh penumpang. Maklum saja, segmen mobil ini merupakan yang terlaris setidaknya dalam satu dekade lebih di seluruh Indonesia.
Penghuninya, tentu sudah tenar, macam Avanza, Xenia, Ertiga, Mobilio, Evalia, sampai Spin. Nama yang terakhir, sudah menyerah duluan, alias tak dijual lagi di Indonesia, sekaligus jadi satu-satunya merek asal Amerika Serikat yang mundur teratur dari persaingan ketat para merek Jepang.
Segmen LMPV tercipta karena lahirnya “duet maut” Avanza-Xenia, produk hasil kolaborasi antara PT Astra Daihatsu Motor (ADM) dan PT Toyota Astra Motor (TAM), meluncur November 2003. Proyek ini merupakan jawaban pascakrisis moneter yang menjangkit Indonesia pada 1998-1999. Nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) yang melejit, memaksa harga Kijang-yang semula menjadi andalan Toyota-naik sampai tiga kali lipat, sehingga tak terjangkau konsumen. Kemudian lahirlah proyek kolaborasi ini.
Avanza dan Xenia memang unik, bak pinang dibelah dua. Uniknya lagi, meski sudah belasan tahun dipasarkan, sampai saat ini masih saja banyak yang belum mahfum, kalau Avanza dan Xenia itu diproduksi bersamaan di pabrik milik ADM di Sunter (akhir 2003), kemudian bertambah lagi dirakit di (pabrik baru Daihatsu) Karawang, Jawa Barat (2013).
Jadi Avanza itu memang buatan Daihatsu, tetapi dipasarkan dengan merek Toyota, dengan diferensial tertentu pastinya. Singkatnya, Avanza dan Xenia itu saudara kembar, serupa tapi tak sama.
Produksi Avanza pernah dibantu oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN)-pabrik milik Toyota-di Karawang, akhir 2008, tetapi hanya beberapa bulan dan kembali lagi ke pelukan Daihatsu. Jika pernah dengar istilah, Avanza “Geblek” (varian G, kelir hitam), jenis ini satu-satunya yang diproduksi TMMIN waktu itu. Kala itu, permintaan Avanza begitu fenomenal. Pesanan yang semula ditargetkan 2.000 unit “meledak” berkali-kali lipat menjadi 9.000 unit per bulan.
Duet Avanza-Xenia, nyaris tanpa lawan waktu meluncur ke pasar. Konsumen tentu sangat mudah menaruh pilihannya pada kedua model itu, ketimbang alternatif pilihan yang tersedia di pasar, seperti Suzuki APV, Mitsubishi Maven, Daihatsu Luxio, atau opsi dengan dimensi bodi lebih kecil, semacam Suzuki Carry atau Mitsubishi Colt T-120SS.
Nah, meskipun kembar, sepertinya Avanza punya hasil panen yang lebih subur ketimbang sibling-nya, Xenia. Larisnya Avanza di pasar otomotif nasional, tak selalu mampu dibuntuti oleh sang saudara, meski lahir dari “satu rahim”. Tahun keemasan Avanza terjadi pada 2013, di mana Toyota berhasil menjual sampai 213.458 unit. Memang pada tahun itu juga, pasar otomotif lagi bergairah, dengan torehan total penjualan mencapai, 1,229 juta unit.
Kesuksesan Avanza di pasar otomotif nasional bahkan langsung terekam pada tahun perdana produk ini dipasarkan. Faktanya, sejak 2004 sampai saat ini, Avanza masih tercatat sebagai model mobil terlaris di Indonesia. Berdasarkan jumlahnya yang begitu banyak di jalanan Indonesia, baik kota besar, kabupaten, perdesaan, sampai perkampungan, nyaris tak luput dari kehadiran Avanza. Alasan ini juga yang kemudian menciptakan jargon, “mobil sejuta umat”, kemudian dimodifikasi oleh pewarta menjadi istilah dianggap lebih tepat, “MPV Sejuta Umat.”
MPV Pembunuh Pertama
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, porsi LMPV terhadap pasar mobil baru di Indonesia sekitar 30 persen per tahun. Melihat besarnya ceruk pasar yang tersedia di segmen LMPV dan praktis hanya dinikmati oleh Avanza dan Xenia, membuat merek lain tergiur.
Tantangan pertama, Avanza-Xenia, datang dari Suzuki yang pernah menguasai pasar mobil nasional di era 1980-an di bawah naungan Grup Indomobil. Suzuki mencoba meracik bumbu yang sedap buat membuai basis konsumen Avanza-Xenia, sehingga mau berpaling padanya. Jagoannya, Ertiga, lahir sejak 2012, menyasar segmen sama LMPV menawarkan kenyamanan dan fitur lebih lengkap ketimbang “sang petahana”.
Sejak era ini dimulai jargon lain yang diciptakan para pewarta, yakni “MPV Sejuta Umat Pembunuh Avanza”. Kelahiran Ertiga sempat membuat Toyota Avanza sebagai pemimpin pasar menyusun strategi menjaga para calon konsumennya. “Kalau tidak dibendung dengan mendorong stok ke pasar, Avanza bisa berbahaya. Sebenarnya Ertiga itu model bagus, tetapi jadi tidak ‘bunyi’ (penjualannya) saat peluncuran,” kata salah satu eksekutif PT Toyota Astra Motor (TAM), waktu itu.
Dengan banjirnya Avanza di pasar, membuat konsumen tak sulit memperoleh MPV Sejuta Umat Toyota tersebut. Sementara, Suzuki masih mempersiapkan lini produksi pabrik yang baru ancang-ancang berlari, harus menghadapi “serangan balik” di awal kelahirannya oleh sang pemimpin pasar. Pada tahun pertama pemasarannya, Suzuki mampu menjual 34.074 unit Ertiga. Sedangkan, Toyota menjual 192.146 unit Avanza.
Setahun kemudian (2013), Suzuki mulai berlari mendongkrak penjualan Ertiga hingga 63.318 unit. Tapi, lewat strategi meredam, Toyota mengguyur pasar dengan menjual 213.458 unit Avanza. Setelah itu, penjualan Ertiga mulai melandai pada tahun-tahun berikutnya, meski mampu bertahan di level 30.000-40.000 unit per tahun sampai saat ini.
Tetapi, Ertiga mampu menggoyang dominasi sang saudara kembar, Daihatsu Xenia. Pada tahun yang sama, penjualan antara Ertiga dan Xenia terpaut tipis, Daihatsu mencatatkan penjualan 64.611 unit. Bahkan, pada 2014, Ertiga mampu menggeser Xenia dari peringkat mobil terlaris kedua di Indonesia, dengan torehan 47.015 unit, sedangkan Daihatsu 46.710 unit.
Pada 2012, Nissan juga mencoba peruntungan lewat strategi tipikal mereka. Memboyong model global dan dipasarkan ke Indonesia dan berharap produk itu bisa diterima dengan baik. Nissan mengandalkan NV200, kendaraan niaga, kebanyakan digunakan dalam versi blind-van di Eropa, dan masih menggunakan per daun (leaf spring), untuk terjun masuk ke pasar LMPV.
Nissan memilih nama Evalia dan mencoba memberikan sentuhan kosmetik kepada mobil ini, berharap konsumen di Indonesia bisa tertarik. Hasilnya, fakta data yang berbicara. Tahun pertama pemasarannya (2012), Evalia terjual 10.691 unit. Namun, tahun berikutnya (2013) langsung anjlok, tinggal 5.934 unit, makin menyusut jadi 2.945 unit (2014), sampai sekarang tinggal ratusan unit saja, bahkan nyaris tak terdengar kabarnya.
MPV Pembunuh Kedua
Tantangan Berlanjut, kali ini datang dari Amerika Serikat, General Motors (GM), lewat merek Chevrolet. Tak tanggung-tanggung, GM bahkan mau berspekulasi menyuntikan dana 150 juta dollar AS untuk menghidupkan kembali pabrik lamanya yang mati suri di Pondok Ungu, Bekasi, Jawa Barat, berkapasitas 40.000 unit per tahun.
Revitalisasi GM di Indonesia benar-benar berlangsung masif. Selain merekrut pekerja baru untuk mengisi lini produksi di pabrik, perusahaan juga membajak beberapa nama eksekutif dari merek lain. Berharap ada penyegaran strategi pemasaran lewat jagoan baru, Spin. Sentimen GM sebagai produsen mobil terbesar AS memang besar terhadap Toyota dan rivalitas kedua prinsipal memang sudah terjadi bahkan di skala global, saling berebut, mengklaim sebagai produsen otomotif terbesar di dunia.
Masalahnya, Toyota berkuasa penuh di pasar Asia Tenggara, terutama Indonesia. GM tak mau kehilangan kesempatan begitu saja dan mencoba menantang. Model baru disiapkan, Spin, diklaim sudah melakukan riset mendalam sesuai kebutuhan konsumen Indonesia. Lagi-lagi, Chevrolet Spin, didapuk sebagai “MPV Sejuta Umat Pembunuh Avanza” dari Amerika mulai dipasarkan sejak 2013.
Pada tahun pertamanya, Chevrolet Spin memulai dengan langkah pelan, terjual Cuma 10.941 unit. Bukannya naik pada tahun selanjutnya, penjualan justru turun ke level 7.475 unit pada 2014, lebih parah ke 3.552 unit (2015), sampai akhirnya terjadi pengumuman mengejutkan disampaikan oleh pihak prinsipal.
Dibalut kondisi krisis global yang terjadi, GM mengumumkan akan menghentikan operasional pabrik di Indonesia yang baru berusia tiga tahun, pascarevitalisasi. Chevrolet yang semula bertatus sebagai pemanufaktur, beralih fungsi jadi importir dan mengandalkan pasokan model dari pabrik GM di Korea Selatan. Praktis, produksi Spin juga dihentikan dan tidak ada kabar kelanjutannya sampai saat ini.
MPV Pembunuh Ketiga
Pada akhir 2013, pemerintah Indonesia juga menelurkan program baru, Kendaraan Hemat Bahan Bakar dan Harga Terjangkau (KBH2) atau lebih dikenal dengan julukan “mobil murah”. Program ini merupakan bentuk saingan dari proyek, “Eco Car” yang digulirkan oleh pemerintah Thailand. Dari proyek itu, lahir beberapa model yang diimpor ke Indonesia, antara lain Honda Brio, Nissan March, dan Mitsubishi Mirage.
Program ini ada kaitannya dengan sang “MPV Sejuta Umat Pembunuh” ketiga dari Honda, yakni Mobilio. Honda mulai memasarkan Brio ke Indonesia sejak 2012, sambil mengembangkan produk LMPV baru menggunakan platform yang sama. Setelah dua tahun riset, akhirnya Honda meluncurkan Mobilio.
Banyak orang mengatakan tantangan yang Toyota Avanza terima, kali ini setimpal, mengingat citra merek Honda yang kuat di benak konsumen Indonesia. Meski begitu, sebagai pemain baru, Honda tentu wajib menciptakan ramuan yang tepat, karena selain membidik Avanza, juga harus bersaing dengan Ertiga dan Xenia yang sudah terlanjur ada di pasar.
Benar saja, pada tahun perdana (2014) kemunculannya di pasar, Honda Mobilio langsung mampu menggeser Daihatsu Xenia dan Suzuki Ertiga dari takhta segmen LMPV di Indonesia. Honda mampu menjual 79.288 unit Mobilio, sedangkan Ertiga terjual 47.015 unit, dan Xenia 46.710 unit. Lantas bagaimana Avanza, masih melenggang dengan torehan mantap, dengan penjualan 162.070 unit.
Sampai tahun berikutnya, 2015 Honda Mobilio terjual 42.932 unit dan 39.482 unit (2016). Mobilio juga berhasil menggantikan posisi Jazz yang sebelumnya menyumbang penjualan terbesar buat Honda di Indonesia. Sampai sekarang, posisi Avanza masih belum tergoyahkan oleh MPV Sejuta Umat Pembunuh dari merek sekelas Honda sekalipun.
MPV Pembunuh Empat dan Lima
Memasuki 2017, tantangan baru datang lagi. Kali ini, dua “MPV Sejuta Umat Pembunuh” hadir mewakili China dan Jepang. Model yang pertama cukup sensasional, Wuling Confero S, merupakan andalan dari perusahaan konsorsium antara SAIC, GM, dan Wuling dari China dan membentuk PT SGMW Motor Indonesia (Wuling Motors). Raksasa otomotif asal China ini tak main-main masuk ke Indonesia, membawa investasi sampai 700 juta dollar AS.
Dana itu digunakan untuk langsung membangun pabrik baru di Karawang, berkapasitas 120.000 unit per tahun. Model pertama yang diproduksi, Confero S, lagi-lagi didapuk sebagai MPV Sejuta Umat Pembunuh Avanza. Kehadiran Wuling Motors di Indonesia juga ada kaitannya dengan mundurnya GM (Chevrolet) lewat andalannya Spin. Jadi, GM sepertinya bakal tetap berjuang di Indonesia versus Toyota, tetapi tidak secara langsung, tetapi lewat konsorsium bersama SGMW. Buktinya, mesin yang dipakai Spin dan Confero S ini sama.
Cap merek China yang masih dipandang sebelah mata oleh konsumen akan menjadi tantangan tersediri bagi Wuling Confero S. Tetapi, mobil ini juga punya kelebihan, salah satu yang utama adalah, harganya yang kompetitif, jauh di bawah Avanza yang sudah dianggap tidak murah lagi. Selain itu, Confero S juga satu-satunya model yang menggunakan sistem penggerak belakang (rear wheel drive), kelebihan yang selama ini digaungkan Avanza ketika rombongan MPV Sejuta Umat Pembunuh dari merek lain mulai mengancam.
Sampai saat ini memang belum ada fakta data yang berbicara soal penjualan, karena Wuling Motors baru saja mulai memasarkan Confero S. Tetapi, bicara soal prestasi, mobil ini dipasarkan di China dengan nama, Wuling Hongguang, tercatat sebagai MPV terlaris di China, dengan penjualan 650.018 unit sepanjang 2016. Jumlah ini sama dengan setengah pasar mobil di Indonesia!
Produk kedua, tak kalah sensasional, datang dari pemain lama di Indonesia, Mitsubishi. Merek yang cuma dikenal jago di segmen kendaraan niaga, lewat Colt Diesel (Kepala Kuning), mulai serius mau menggarap segmen kendaraan penumpang. Sang prinsipal tak main-main, menyiapkan model baru, sekaligus mendirikan pabrik perakitan baru, juga di Karawang, Jawa Barat. Pabrik baru Mitsubishi berkapasitas 80.000 unit per tahun di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, dengan investasi Rp 7,5 triliun, telah diresmikan Presiden Jokowi, April lalu.
Produk ini dikenalkan ke publik lewat bentuk konsep, XM Concept, sejak Agustus 2016 lalu. Sekarang sudah waktunya versi produksi lahir dan siap menantang kemapanan Avanza, dengan nama berlafal Expander. Sebagai pemain terakhir di segmen ini, Mitsubishi berusaha menawarkan EXpander dengan desain, karakter, dan fitur-fitur yang belum ada sebelumnya di Avanza, Xenia, Ertiga, atau Mobilio. Framing sport utility vehicle (SUV) yang dianggap mengental pada merek, juga coba dimainkan.
Revitalisasi bisnis juga dilakukan Mitsubishi, dengan menciptakan agen tunggal pemegang merek (ATPM) khusus, yang mengelola bisnis kendaraan penumpang di bawah PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia (MMKSI). Sebelumnya, seluruh bisnis bernaung di bawah PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB). Perseroan yang terakhir, kini fokus mengelola bisnis kendaraan niaga, seperti truk dan bus.
Memang tantangan kedua MPV Sejuta Umat Pembunuh Avanza ini belum terbukti, karena baru diperkenalkan hari ini (Senin, 24/7/2017) dan mulai dipasarkan mulai akhir tahun. Tetapi, patut dinantikan seberapa jauh kedua model bisa menggoyang Avanza. Mungkin untuk menumbangkan dominasi Avanza, bisa dibilang sulit, tetapi yang pasti konsumen bakal punya alternatif pilihan yang setimpal di segmen LMPV.
Ilmu dan Dosa Avanza
Mengapa Toyota Avanza begitu dominan di pasar otomotif nasional, sampai-sampai tak ada satu merek manapun yang mampu menggoyahkannya?
Ibarat kesatria, Avanza itu punya ilmu tinggi yang sulit dikalahkan jawara lain, baik dari negeri sendiri (Jepang) atau tanah seberang (China). Ilmu yang diperoleh bukan dalam waktu singkat, tetapi bertahap, sabar, dan penuh sumber daya. Kesuksesan Avanza bukan “one man show” melainkan kerja tim yang solid saling mendukung. Bayangkan, hampir 14 tahun hadir di pasar otomotif nasional, populasi Avanza sudah lebih dari 1,6 juta unit.
Ilmu pertama yang sulit diimbangi merek-merek, seperti Honda, Suzuki, Mitsubishi, Chevrolet, atau bahkan Daihatsu sekalipun, adalah jaringan penjualan. Sampai saat ini, Toyota memiliki 302 gerai pemasaran dan layanan purnajual dari Sabang sampai Merauke. Bayangkan, Honda sampai saat ini baru punya 139 gerai, sedangkan Mitsubishi (khusus kendaraan penumpang) 90 gerai. Paling mendekati, adalah Suzuki dengan 292 gerai, tetapi buktinya, Ertiga masih belum bisa menggoyang Avanza. Tentu saja, ada faktor penunjang lain, seperti tingkat kepercayaan konsumen, harga sparepart yang beragam (banyak barang KW), dan harga jualnya yang tak pernah mengecewakan.
Ilmu kedua, yang juga sulit diimbangi merek lain, adalah ragam promo (diskon) yang besarannya juga tak sedikit. Raksasa Grup Astra yang berada di belakang Toyota Avanza, menjamin sumber daya keuangan yang relatif stabil. Membuat para pesaingnya semakin sulit bergerak, apalagi sampai menumbangkan si MPV Sejuta Umat Toyota.
Tetapi, meski kekuatan begitu besar, Avanza bukan tanpa cacat. Salah satu dosa terbesar Toyota dengan Avanza adalah lamanya siklus hidup (lifecycle) yang dimilikinya. Bayangkan, sudah hampir 14 tahun sejak dipasarkan, Avanza baru punya dua generasi. Bahkan, generasi kedua muncul setelah delapan tahun dipasarkan. Padahal, biasanya pembaruan generasi biasanya terjadi setiap lima tahun sekali. Larisnya Avanza dan tanpa lawan pada awal-awal kemunculannya, menjadikan Toyota berlama-lama tak menawarkan ubahan-ubahan baru.
Kondisi ini membuat jenuh sebagian konsumen, sehingga terbuai pada MPV Sejuta Umat Pembunuh dari merek lain. Fitur-fitur yang ditawarkan ke konsumen juga sama, terlalu lama “dipirit”. Ketika model lain menawarkan fitur kenyamanan, baru kemudian Avanza mengikuti pada tahun berikutnya. Jika saja tanpa memawas diri, jangan kaget di masa depan bakal ada masanya Avanza akan dikalahkan, tetapi dalam waktu dekat, sepertinya sulit terwujud.
Avanza akan masih menjadi karang yang kokoh di Indonesia, siap menjadi batu sandungan, penantang abadi, atau menyerang balik dengan keji buat para MPV Sejuta Umat Pembunuh merek lain yang datang mengancam. Jangan-jangan, judulnya nanti terbalik, “Terbunuh Lagi MPV Sejuta Umat oleh Toyota Avanza”. Woles.
https://otomotif.kompas.com/read/2017/07/24/080100915/balada-mpv-sejuta-umat-pembunuh-avanza-