KOMPAS.com - Siapa menyangka bahwa bekal makanan dan minuman kita kemudian menjadi catatan sejarah tersendiri berpuluh-puluh tahun kemudian.
Hal ini misalnya saja ketika bekal makanan dan minuman itu menjadi bagian dari peninggalan perang.
Botol-botol minuman soda, vodka, dan bir milik tentara asing yang pernah membangun basis di Indonesia ini pula yang masih tersisa, khususnya di Pulau Morotai, Maluku Utara.
"Tentara-tentara ini meninggalkan logistiknya. Ada botol Coca-Cola, vodka, bir dan masih ada isinya. Ada juga alat-alat ketik sandi, meriam anti-serangan udara. Begitu juga sepeda yang dulu dipakai tentara-tentara Jepang," ujar pilot tim Terios 7-Wonders, Toni, saat mejelajahi museum-museum di Morotai, Rabu (19/7/2017).
Jalan di Morotai sendiri sudah seperti jalan di perkotaan. Medannya tidak seberat saat tim mengunjungi beberapa wilayah di Halmahera.
Karena itu, mesin Terios yang mengandalkan VVT-I bisa menyesuaikan bukaan katup sistem pembakarannya sehingga daya mesin dan pemakaian bahan bakar diatur secukupnya layaknya city cruising.
Museum pribadi bikinan warga
Morotai pada era 1940-an memang menjadi basis bagi tentara Jepang dan Amerika Serikat.
Saat itu, Jepang telah merebut Filipina, tetapi Amerika kemudian coba merebutnya sehingga wilayah di Indonesia Timur ini dipilih sebagai lokasi start penyergapan terdekat, yang dari pihak Amerika dipimpin oleh Jenderal Douglas MacArthur.
Baca: Menyelamatkan Sejarah Dunia di Morotai
Tidak heran, di balik Tanah Morotai masih banyak tersimpan benda-benda peninggalan. Masyarakat pun menggalinya, meski ada sebuah peraturan yang penting untuk diterapkan.
Mereka boleh menggali, asalkan melapor ke pihak berwajib jika menemukan benda-benda yang dicurigai sebagai amunisi, seperti peluru dan granat, karena dikhawatirkan masih aktif.
"Banyak temuan yang langsung didapat masyarakat. Akan tetapi, tidak semua bisa diambil. Kalau menemukan benda logam yang berat, jangan main gergaji," kata Muchlis Eso, pemerhati sejarah perang di Morotai, Rabu.
Benda-benda sisa perang banyak disimpan di Museum Perang Dunia II Morotai, yang menurut keterangan akan diintegrasikan dengan Museum Trikora dari TNI.
Di luar itu, ada pula museum pribadi yang dibikin oleh warga. Muchlis Eso sendiri merupakan pemilik museum itu, setelah sejak usia SD sudah mengumpulkan benda-benda bersejarah ini.
"Sejak umur 10 tahun saya mulai mengumpulkan benda-benda sisa Perang Dunia II," ujarnya.
Ia tidak menggunakan metal detector atau alat modern lainnya, tetapi secara tradisional memanfaatkan tombak besi, linggis, serta mengandalkan kepekaannya dalam mendeteksi benda-benda yang berada di dalam tanah.
Museum pribadinya yang berada di rumahnya dan dihimpun oleh komunitas barang-barang peninggalan peran ini bisa dikunjungi wisatawan tanpa tarif tertentu. Pengunjung bisa membayar suka rela, entah Rp 10.000 atau Rp 20.000.
Penanganan barang-barang bersejarah di museum warga ini tersebut pun terbilang masih konvensional, meski di sisi lain sama artinya bahwa mereka turut melestarikan barang-barang tersebut.
Bahkan, mereka punya kegiatan bagi wisatawan untuk turut mencari barang-barang peninggalan (treasure hunt), yang masih banyak tersimpan di dalam Tanah Morotai ini, tepatnya di Hutan Amerika, tempat yang dipilih tentara untuk membuang logistik mereka.
Para peserta dari tim Terios 7-Wonders lantas coba ikut dalam perburuan tersebut. Hingga sore, mereka menemukan sejumlah benda, seperti koin lama dan botol minuman.
Eksplorasi museum dan benda bersejarah oleh tim Terios 7-Wonders sendiri masih akan berlangsung pada Kamis (20/7/2017) besok.
https://otomotif.kompas.com/read/2017/07/20/103348115/botol-minuman-soda-tahun-1940-an-berlimpah-di-morotai