Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Kaprah soal Lampu Mengganggu, Tapi "Pede"

Kompas.com - 08/07/2017, 07:42 WIB
Donny Apriliananda

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif – Musim mudik menjadi ajang yang tepat untuk mengetahui budaya berkendara paling mutakhir. KompasOtomotif menjadi bagian dari ”kaum mudikers” itu, melakukan perjalanan Jakarta-Surabaya yang berjarak sekitar 800-an km, dan menemui banyak orang salah kaprah terutama soal lampu.

Luar biasa, ternyata banyak (setara rasa pedas keripik atau sayap ayam level paling tinggi) pengguna jalan yang salah kaprah soal lampu. Cukup ironis, mengingat banyak sosialisasi yang digelontor para penegak hukum, atau bahkan media yang mengedukasi betapa lampu mobil bisa sangat mengganggu.

Berikut rangkuman beberapa salah kaprah soal lampu yang KompasOtomotif temui selama perjalanan mudik:

1. Lampu Utama. Jika melihat aturan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 pasal 30 dan 31, secara umum dikatakan bahwa lampu utama dekat dan jauh berwarna putih atau kuning muda. Secara aturan mungkin semua pengendara sudah menerapkannya. Namun yang kadang tak disadari adalah penggunaan lampu yang menyilaukan.

Banyak orang melakukan modifikasi, mengganti lampu asli dengan yang lebih terang. Sangat membantu dalam gelap memang, namun biasanya ini akan membahayakan pengendara dari arah berlawanan karena sangat menyilaukan.

Lampu standar pabrikan sudah diukur untuk cukup menerangi jalan sesuai PP No 44 tersebut, yakni menerangi bidang depan dengan jarak 40 meter pada cuaca cerah. Lalu titik terluar sorot lampu atas tak melebihi ketinggian 1.250 mm.

Saat menggantinya, dengan kebanyakan orang suka, yakni High Intensity Discharge (HID), mereka tak sadar sudah melebihi ambang batas. Boleh mengganti, asal sesuai standar pabrikan, yakni dengan kekuatan menyala 4.300 K (Kelvin). Atau, batas toleransi yang mencapai 5.000 K. Di atas itu, cahaya kuning atau putih akan berubah menjadi kebiruan dan silau.

2. Lampu Kabut. Banyak mobil kini dilengkapi fog lamp (lampu kabut) sebagai fitur standar. Namanya saja lampu kabut, hanya akan dinyalakan saat cuaca berkabut, atau hujan sangat deras yang membuat lampu utama kurang memadai. Fungsi utamanya juga sebagai identitas kendaraan kepada pengemudi lain, bukan sebagai penerangan utama di jalan.

Masalahnya, banyak orang menyalakannya terus menerus, apa pun kondisinya. Konyolnya lagi, banyak yang mengganti lampu kabut dengan HID yang sungguh silau. Bisa ditoleransi jika lampu kabut dipakai untuk menerangi jalan yang tak berlampu dan berbahaya, seperti ketika melewati ruas tol baru atau tol fungsional yang berdebu.

3. Lampu Rem. Desainer mobil sudah merancang lampu rem sebisa mungkin bisa dilihat. Bahkan mobil yang sudah dilengkapi lampu rem atas (high mount stop lamp), sudah sangat membantu pengelihatan pengendara di belakangnya.

Tapi, banyak orang menggantinya dengan yang aneh-aneh, dan yang sekarang sedang tren, mengganti dengan LED berkedip saat pedal rem diinjak. Cukup membingungkan, karena saat berkedip, lampu bukan menjadi lebih terang seperti kondisi standar. Konon, lampu jenis ini justru membahayakan.

4. Lampu Dim. Fungsinya jelas, memberi penerangan bantuan untuk melihat objek yang jauh, lebih tinggi, atau bisa juga sebagai kode untuk meminta jalan. Ternyata, saat musim mudik lalu, banyak orang yang dengan lugunya menyalakan lampu dim terus-menerus.

5. Lampu Hazard. Namanya saja ”hazard”, atau peringatan bahaya. Menyalakannya hanya untuk memperingatkan kalau sedang berhenti karena ada masalah pada mobil. Kasus ini paling banyak ditemui, bahkan untuk sekadar belok kiri karena akan mencai tempat istirahat di bahu jalan (meski sebenarnya dilarang), mereka menggunakan hazard. Pengendara di belakang dibikin bingung, mobil ini mau mengarah ke mana?

Malam hari memang menjadi titik rawan untuk mata. Ketika ditambah dengan isyarat lampu kendaraan yang digunakan dengan tak semestinya, tingkat kerawanan akan berlipat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau