JAKARTA, KOMPAS.com - Kecelakaan yang melibatkan truk hampir tiap harinya terjadi, baik di jalan tol maupun jalan non tol. Menurut Wakil Ketua Umum Aptrindo (Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia) Kyatmaja Lookman, 70 persen disebabkan oleh human error alias faktor dari si pengemudi.
Kyatmaja mengatakan, pengemudi truk tidak ada sekolahnya. Dulu, sopir truk kebanyakan adalah alumni kernet.
Baca juga: Kemenhub Keluarkan Aturan Jam Operasional Truk saat Libur Nataru
Untuk menjadi sopir truk juga tidak mudah. Butuh waktu lima tahun hingga akhirnya bisa mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) B2 untuk mengemudikan kendaraan besar.
"Untuk meningkatkan kualifikasi, kami berencana membuat standar kepangkatan pengemudi. Agar bisa lebih profesional seperti kawannya di moda lain," ujar Kyatmaja, ketika dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
Menurut Kyatmaja, perubahan harus dimulai dari manusianya agar kompetensinya meningkat. Sebab, jika tidak, akan susah untuk mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk.
Baca juga: Sering Kecelakaan, Pembatasan Truk Harus Konsisten
"Harusnya, kalau pengemudinya kompeten, kendaraannya laik jalan, geometri jalannya bagus, kecelakaan itu bisa ditekan. Tapi kita sering lihat pengemudi lawan arah, kendaraan tidak uji berkala, geometri jalan tidak bagus. Masalah klasik tidak pernah diperbaiki," kata Kyatmaja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.