Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dewa Mesin Diesel Terkini

Kompas.com - 28/08/2008, 17:59 WIB

Teknologi “Common Rail” bak dewa bagi mesin diesel modern. Dengan common rail, mesin diesel masuk ke mobil-mobil kelas eksklusif atau mobil-mobil premium seperti Jaguar dan BMW Seri 7. City car juga tidak luput dari godaan mesin diesel dengan teknologi terbaru tersebut.

Sebagai contoh, Fiat sudah berhasil membuat mesin diesel  1.300 cc bertenaga 70 hp dengan konsumsi bahan bakar 3-4 liter/100 km atau rata 25 km/liter. Jadi mesin diesel bukan lagi hanya milik komunitas truk dan bus berukuran besar atau alat-alat berat dan kapal.

Di Indonesia juga sudah ada beberapa ATPM menjajakan kendaraannya dengan mesin diesel common rail. Mulai dari double cab sampai minivan menengah, seperti Kijang Innova. Sayangnya, konsumen kendaraan bermesin diesel common rail kesulitan mendapatkan bahan bakar sesuai dengan standar yang telah ditentukan produsennya.

Pasalnya, Pertadex yang saat  ini cuma dipasarkan oleh Pertamina, makin sulit diperoleh. Di samping itu, harganya paling mahal dibandingkan dengan bahan bakar minyak lain. Padahal di Jerman, bahan bakar diesel moderen di bawah harga bensin terbaik.

Karena itulah, konsumen rela merogoh kocek lebih banyak untuk mendapat kendaraan bermesin diesel. Sebab, setelah dua tahun, mereka akan kembali mendapatkan nilai ekonomisnya dibandingkan mobil bermesin bensin.
 
Diesel vs Bensin
Sebelum mendalami common rail, kita bahas dulu tentang mesin yang digunakan secara umum sekarang ini berdasarkan bahan bakar minyak. Untuk ini, hanya ada dua jenis, yaitu bensin dan diesel atau kita menyebutnya solar.

Di kalangan orang teknik, mesin diesel dikenal dengan CI (compression ignition) atau mesin dengan penyalaan kompresi. Sedangkan mesin bensin disebut  SI (spark ignition), mesin dengan penyalaan bunga api (busi).
 
Pada mesin diesel, pembakaran dipicu oleh udara yang dimampatkan atau dikompresi di dalam silinder.  Akibat pemampatan itu, tekanan udara menjadi sangat tinggi. Begitu juga suhunya, mencapai   titik bakar solar.  Karena itu, begitu solar disemprotkan ke udara itu,   langsung terbakar. Dengan cara ini, mesin diesel tidak  memerlukan sistem penyalaan atau percikan bunga api.

Untuk mendapatkan tekanan tingi itu, perbandingan kompresi  harus  tinggi.  Untuk mesin diesel,   berkisar  16 – 25: 1. Sedangkan  mesin bensin  6 - 12 : 1. Perbandingan kompresi   menentukan efisiensi kerja mesin. Makin tinggi perbandingan kompresi,  lebih efisien sebuah mesin. Meski begitu, perbandingan kompresi tidak bisa ditentukan begitu saja. Harus juga mempertimbangkan sifat dan kualitas bahan bakar yang  akan digunakan
 
Diesel Common Rail vs  Diesel Konvensional      
Perbedaan antara mesin diesel modern, common rail dengan konvensional adalah cara memasok bahan bakarnya. Terutama, komponen yang berada antara pompa injeksi dan  injektor. Ada dua komponen utama di sini, yaitu pompa injeksi atau mekanik awam menyebutnya  Bosch pump dan  injektor.
 
Cara kerja common rail sama  konsep hidup bersama. Dalam hal ini, semua injektor yang bertugas memasok solar langsung ke dalam mesin, menggunakan wadah atau rel yang sama. Caranya sama dengan yang digunakan pada sistem injeksi bensin.  Sedangkan mesin diesel konvensional, setiap injektor mendapatkan pasokan solar sendiri-sendiri langsung dari pompa injeksi.  
 
Tekanan bahan bakar  dalam rel  sangat tinggi. Sekarang, yaitu common rail generasi ke-3, tekananya sudah mencapai 1800 bar.  Kalau dikonversi ke PSI yang masih digunakan sekarang menjadi 26.100 PSI. Bandingkan dengan tekanan ban 30 PSI. Atau tabung elpiji 25 bar dan CNG 200 bar. Dengan tekanan setinggi tersebut, pengabutan yang dihasilkan tentu saja semakin bagus. Pembakaran yang dihasil menjadi lebih dan kerja mesin makin efisien.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau