JAKARTA, KOMPAS.com - Terjadi kecelakaan yang melibatkan Toyota Fortuner dengan Mitsubishi Canter. Insiden terjadi di Tol Layang Mohammed Bin Zayed (MBZ), tepatnya di Km 14, Senin (6/5/2024).
Dalam video yang viral di media sosial salah satunya diunggah oleh akun Instagram @lowslowmotif, terlihat Fortuner hitam melaju dalam kecepatan tinggi melalui bahu jalan. Setelah kembali ke jalur kiri, Fortuner menabrak microbus Mitsubishi hingga kehilangan kendali.
Baca juga: Kecelakaan Fortuner Pelat Dinas Polisi di Tol Layang MBZ Berakhir Damai
Kasatlantas Polres Metro Bekasi Kota, AKBP Yugi Bayu Hendarto mengatakan, pihaknya masih mendalami penyebab kecelakaan tersebut. Namun dugaan awal mengatakan bahwa sopir Fortuner dalam keadaan mengantuk.
“Penyebabnya masih kami dalami, kemarin kami sudah melaksanakan interogasi kepada sopir Fortuner, dia mengaku mengantuk,” ujar Yugi pada wartawan, Selasa (7/5/2024).
Belajar dari kecelakaan tersebut, ada baiknya pengemudi memperhatikan beberapa hal saat melaju di Tol Layang MBZ.
View this post on Instagram
Pertama, terkait batas kecepatan. Pusat Pengendali Lalu Lintas Nasional Kepolisian Republik Indonesia atau National Traffic Management Center (NTMC) Polri, belum lama ini menegaskan pengaturan soal batas kecepatan minimum 60 kilometer per jam (kpj) dan batas kecepatan maksimum 80kpj.
“Sahabat Lantas, jalan tol MBZ memiliki batas kecepatan minimal 60 kpj, dan batas kecepatan maksimum 80 kpj. Diimbau untuk para pengemudi, untuk mengikuti aturan rambu-rambu lalu lintas, agar perjalanan Anda aman, dan nyaman,” tulis akun @ntmc_polri.
Training Director The Real Driving Centre (RDC) Marcell Kurniawan menjelaskan, adanya regulasi batas kecepatan tersebut akan menjauhkan pengemudi yang melintas di jalan tol dari risiko kecelakaan.
“Bicara soal kejadian laka lantas, seringkali terjadi akibat adanya banyak kendaraan dengan kecepatan yang tidak beraturan. Karena itulah, regulasi soal pengaturan batas kecepatan akan sangat bermanfaat,” kata Marcell.
Selain bisa menjauhkan pengemudi dari risiko kecelakaan, pengaturan batas kecepatan di jalan tol juga bisa mengentaskan budaya lane hogger yang masih sering ditemui.
“Jalur kanan adalah jalur cepat, itu seharusnya sudah jadi wawasan dasar bagi setiap pengemudi. Tapi masih sering dijumpai kasus lane hogger yang berjalan santai di sisi kanan jalan, ini sangat mengganggu dan membahayakan juga,” kata dia.
Marcell menambahkan, adanya regulasi konkret dari pihak kepolisian terkait aturan batas kecepatan akan menuntut pengemudi untuk senantiasa berkendara aman dan bertindak sesuai aturan saat melintas di jalan tol.
“Semua peraturan diciptakan untuk memunculkan keamanan, dan menurut hemat saya, regulasi ini pasti akan bermanfaat bagi para pengemudi,” kata Marcell.
Selain itu, pengemudi juga harus paham bahwa bahu jalan tol hanya diperuntukkan untuk hal darurat. Hal ini seperti yang tertulis pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, khususnya pada Pasal 41 ayat 2:
Penggunaan bahu jalan diatur sebagai berikut:
a. Digunakan untuk arus lalu lintas pada keadaan darurat
b. Digunakan untuk kendaraan yang berhenti darurat
c. Dilarang menarik/menderek/mendorong kendaraan lain, kecuali penarik/penderek/pendorong dari pihak pengelola jalan tol
d. Dilarang menaikkan atau menurunkan penumpang dan/atau barang dan/atau hewan
e. Dilarang untuk mendahului kendaraan
Di dalam PP Jalan Tol, pada lembar Penjelasan atas peraturan di atas, diterangkan apa yang dimaksud dengan keadaan darurat. Pada huruf a, yang dimaksud adalah di mana sebagian atau seluruh jalur lalu lintas tidak dapat berfungsi, karena kejadian kecelakaan lalu lintas, atau pekerjaan pemeliharaan.
Sementara pada huruf b, kendaraan boleh berhenti darurat jika mogok, menertibkan muatan, gangguan lalu lintas, atau gangguan fisik pengemudi. Jika pengemudi sedang dalam kondisi lelah atau butuh istirahat, pihak kepolisian sudah mengimbau untuk menggunakan rest area terdekat.
Adapun untuk pelanggar pengguna bahu jalan tol bisa dikenakan denda sebesar Rp 500.000, sesuai dengan Pasal 287 Ayat 1 Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sebagaimana tertera dalam pasal tersebut, sanksinya bisa berupa pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Tak kalah penting, setiap pengemudi juga harus memahami kondisi tubuh ketika berkendara. Kalau mengantuk sebaiknya segera menepi dan beristirahat.
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan, mengantuk bisa membuat pengemudi berada di posisi setengah sadar. Artinya, mata tidak bisa membaca lalu lintas dengan benar dan otak sudah tidak dapat merespon situasi lingkungan.
“Jadi tentu ketika menyetir, pengemudi tidak bisa membaca situasi lalu lintas yang ada di depannya. Perilakunya loss, ketika mengemudi hanya lurus tanpa kontrol dan berhenti ketika sudah menabrak objek di depan atau samping kiri kanannya,” ucap Sony.
Menurut Sony, mengantuk sebetulnya adalah hal yang disadari oleh pengemudi. Hanya saja mereka malas untuk beristirahat, dan tak sedikit yang merasa tanggung atau ingin cepat sampai tujuan padahal sudah mengantuk.
Baca juga: Truk Berpapasan dengan Mobil di Tanjakan Sitinjau Lauik, Siapa yang Harus Mengalah?
Tidak jarang juga yang bertindak menyiasati dengan merokok, ngobrol, minum kopi bernyanyi dan sebagainya, padahal otak sudah lemah.
“Cara benar menyiasati kantuk adalah harus berhenti, tidur atau lakukan refresh yang merangsang otot, otak dan syaraf,” ujar Sony.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.