Peluang Industri Daur Ulang Baterai EV di RI Masih Terbuka Luas

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik (AEML) menyatakan bahwa peluang bisnis dan industri pada kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Indonesia kini masih terbuka lebar.

Salah satu yang belum banyak dijamah ialah mengenai daur ulang baterai kendaraan listrik. Mengingat, saat ini negara tertentu saja yang baru bisa melakukannya karena keterbatasan sumber daya.

"Baterai kendaraan listrik yang digunakan saat ini masih premier (primary battery), yang secara spesifikasi cocok untuk digunakan sebagai mobilitas. Ketika baterai ini terdegradasi kira-kira tersisa 70 persen, maka fungsi mobilitasnya berkurang," kata Wakil Ketua Umum Bidang Teknis AEML Patrick Atmadjaja, Senin (24/7/2023).

Baca juga: Tiru Thailand-Vietnam, Skema Baru Insentif Kendaraan Listrik Mau Diselesaikan Besok

Dok. Toyota Baterai mobil listrik Toyota bZ4X

"Saat baterai benar-benar hanya bisa dicas sampai 40-50 persen saja, itulah saat-nya komponen tersebut di-recycle menjadi secondary life battery," lanjut dia.

Untuk mencapai syarat dimaksud, kata Patrick, masa penggunaan baterai sekitar 3-4 tahun sejak kali pertama digunakan. Hal terkait mengacu pada cycle pengisian daya kendaraan bermotor listrik.

"Biasanya kalau motor listrik kurang lebih 1.500 cycle, kalau mobil ya sedikit lebih besar. Itu bisa dicapai kira-kira 3-4 tahun. Artinya kalau dimulai hari ini maka 4 tahun kemudian diperlukan industri daur ulang," kata dia.

Baca juga: Ini Alasan Konsumen Menjajal BBM Baru Pertamax Green 95

"Recycle ini masih sangat-sangat awal, bahkan di Eropa maupun Amerika Serikat masih baru. Kita masih punya waktu untuk belajar," lanjut Patrick.

Adapun soal penggunaan baterai kendaraan bekas, bisa digunakan untuk beragam fungsi. Satu yang paling populer dijadikan sebagai tempat penyimpanan daya pada panel surya sebagaimana terjadi di Eropa.