Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Organda Mengaku Banyak Anggotanya Bangkrut

Kompas.com - 03/04/2018, 08:42 WIB
Alsadad Rudi,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

Jakarta, KOMPAS.com - Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta mengaku dalam empat tahun terakhir banyak perusahaan transportasi yang bangkrut, meski tak menyebut angka pasti. Organda menuding hal ini disebabkan menjamurnya angkutan berbasis aplikasi online.

Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan, menyatakan, tidak hanya bangkrut, segelintir perusahaan transportasi yang masih tersisa terpaksa mengurangi jumlah armada secara signifikan. Ia mencontohkan Taxiku yang kini terpaksa hanya mengoperasikan 100 unit kendaraan dari sebelumnya 2.500 unit.

"Sudah empat tahun berjalan industri transportasi di seluruh Indonesia hancur karena ketidaktegasan pemerintah menerapkan aturan," kata Shafruhan lewat keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Minggu (1/4/2018).

Shafruhan menilai bangkrutnya perusahaan transportasi ini tidak adil. Sebab perusahaan transportasi dianggap merupakan pihak yang selalu mentaati regulasi peraturan perundang-undangan. Salah satunya terikat peraturan tarif.

Baca juga : Gagal Bayar Bunga Utang, Taksi Express di Ujung Tanduk

Pool taksi Blue Bird di Mampang Prapatan, Rabu (23/3/2016).Nibras Nada Nailufar Pool taksi Blue Bird di Mampang Prapatan, Rabu (23/3/2016).

Berbeda dengan angkutan online yang dianggap Shafruhan tidak berizin. Sehingga bisa menentukan tarif tanpa terikat aturan.

"Kendaraan pelat hitam yang tidak berizin dengan leluasa beroperasi tanpa hambatan yang berarti. Sementara angkutan umum yang resmi, telat kir saja sudah diambil tindakan pengandangan. Sungguh miris sekali kondisi perusahaan transportasi resmi saat ini," ucap Shafruhan.

Atas dasar itu, Shafruhan menyatakan pemerintah seharusnya bisa bertindak tegas terhadap angkutan online yang menyalahi aturan tarif. Acuannya jelas, yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 hasil revisi PM 32 dan PM 26.

Baca juga : Ini Besaran Tarif Batas Bawah dan Atas Taksi ?Online?

"Beberapa waktu lalu Menhub mengatakan akan menindak tegas taksi online yang melanggar aturan. Kemudian demo-lah para sopir angkutan online itu ke Istana. Negeri ini sudah kehilangan wibawa. Hanya gara-gara demo, peraturan jadi tidak ditegakan," kata Shafruhan.

Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memang sempat mengakui goyahnya keuangan perusahaan transportasi seperti operator taksi konvensional diakibatkan kehadiran taksi online. Saat ini, Kemenhub tengah merumuskan kembali peraturan tentang taksi online, setelah Mahkamah Agung membatalkan 14 poin dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaran Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Diharapkan dengan adanya aturan itu akan tercipta kesetaraan antara taksi konvesional dan taksi online sehingga persaingan bisnis bisa semakin baik.

Namun demikian, Budi menyatakan perusahaan transportasi seperti operator taksi konvensional juga perlu berbenah, salah satunya berinovasi memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Hal ini dinilai Menhub sangat penting agar perusahaan taksi konvensional tidak terlena dengan zona nyaman.

“Perubahan itu keniscayaan dan akan datang dengan sendirinya,” kata Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com