Jakarta, KompasOtomotif – Kehadiran layanan jasa antar orang/barang berbasis aplikasi online seperti Go-Jek, Go-Box, Grab Bike, Blue-Jek, Lady-Jek seperti sebuah dilema. Di satu sisi operasional jasa angkut orang/barang itu dianggap pemerintah melanggar Undang-Undang, tapi sisi lain masyarakat merasa sangat terbantu atas layanannya.
Alasan utama pelarangan karena dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
Beberapa poin yang disebutkan, harus memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum, perusahaan penyelenggara wajib berbadan hukum, dan angkutan umum yang digunakan minimal beroda tiga.
Menurut Edo Rusyanto, Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman), dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 memang tidak menyebut sepeda motor sebagai angkutan umum. Layanan aplikasi itu muncul karena publik mencari solusi sendiri atas masih buruknya angkutan umum di Indonesia.
Edo mengatakan butuh aturan baru soal transportasi di Indonesia. Bukan tidak mungkin Undang-Undang No 22 Tahun 2009 yang selama ini menjadi payung hukum sistem transportasi darat perlu direvisi agar bisa memenuhi kebutuhan semua pihak.
“Butuh pengaturan yang lebih seksama sebelum terwujudnya; angkutan umum massal yang aman, nyaman, selamat, tepat waktu, terjangkau, terintegrasi, dan ramah lingkungan. Lalu, pengaturan juga memprioritaskan keselamatan pengguna dan pengendara,“ jelas Edo kepada KompasOtomotif, Jumat (18/12/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.