Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Cara Indonesia Bisa Punya Mobil Nasional

Kompas.com - 28/01/2015, 14:04 WIB
Agung Kurniawan

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat pasar mobil nasional Indonesia dikuasai merek-merek Jepang dengan komposisi hingga 98 persen. Sisanya (dua persen), dinikmati oleh merek lain, seperti dari Eropa, Korea, China, dan India. Lantas bagaimana nasib merek mobil nasional Indonesia?

Sampai saat ini belum ada merek nasional yang berhasil ikut menikmati pasar atau setidaknya muncul kepermukaan. Lantas apakah kesempatan Indonesia punya merek mobil nasional benar-benar tertutup?

Yongkie D Sugiarto, Ketua I Gaikindo mencoba elaborasi beberapa hal menyangkut rencana ini. Menurut mantan orang nomor satu di Hyundai Indonesia itu, kriteria mobil nasional sudah tidak ada lagi sejak dihapusnya Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional. Berbagai kriteria wajib dipenuhi, mulai dari merek, pemegang saham wajib lokal, tingkat kandungan komponen lokal wajib dipenuhi beberapa tahun, dan lain sebaginya.

"Tapi terjadi krisis dan di 1998, Indonesia kalah di WTO (World Trade Organization) diminta mencabut Inpres itu. Jadi, sekarang tidak ada lagi definisi pasti mobil nasional itu seperti apa," tukas Yongkie di Jakarta (27/1/2015).

Kesempatan

Meski kini sudah tidak ada kriteria lagi, menurut Yongkie, Indonesia masih punya kesempatan untuk memiliki mobil nasional. Tapi, untuk menciptakan itu dibutuhkan dana investasi yang masif dengan skala usaha jangka panjang. Pengusaha yang berminat masuk ke bisnis otomotif butuh waktu lama sampai bisa menikmati keuntungannya.

"Ada dua cara yang dilakukan Indonesia kalau benar-benar mau membuat mobnas. Pertama, mengembangkan sendiri mobil itu dari nol. Insinyur Indonesia jago-jago, pasti bisa melakukan itu, tetapi waktu yang dibutuhkan tidak sebentar, bisa bertahun-tahun," jelas Yongkie.

Cara kedua, relatif bisa lebih mempersingkat waktu, yakni dengan membeli teknologi milik merek-merek global yang sudah eksis di pasar. Cara ini juga dilakukan oleh Hyundai dan Proton ketika membeli teknologi salah satu sedan milik Mitsubishi Motors dari Jepang. Dari model yang sudah ada, akan lebih mudah mengembangkan lagi ke model-model lainnya.

Jika sudah berhasil membeli, Indonesia wajib meminta klausal pengembangan desain (redesign) dalam kesepakatannya, supaya bisa mengembangkan dari teknologi yang sudah di beli. "Masalahnya membeli hak paten dan teknologi suatu merek itu pasti mahal sekali. Tapi, kalau sudah bisa desain ulang, hasilnya seperti sekarang, Hyundai dikenal sebagai merek dari Korsel, Proton dikenal sebagai produk dari Malaysia," beber Yongkie.

Noergardjito, Sekretaris Umum Gaikindo menambahkan, mengembangkan mobil nasional bukan sekedar membeli teknologi, lantas memproduksi. Semua proses pelatihan harus disiapkan investor bagi insinyur-insinyur Indonesia untuk belajar. Investasi terbesar justru ada pada persiapan Sumber Daya Manusia.

"Belum lagi mengembangkan jaringan, bagi merek yang sudah ada saja tidak mudah mengembangkan dealer di Indonesia. Jadi memang berat," tukas Noegardjito.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau