DALAM harian "Kompas", Selasa, 18 Desember 2007, di halaman 15 terdapat berita yang berjudul "Lima Anggota Staf Deplu Tewas di Pantura". Lima dari enam anggota staf Departemen Luar Negeri itu tewas ketika mobil yang mereka tumpangi menabrak sebuah truk tronton bermuatan pasir di Desa Santing, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin, 17 Desember 2007 dini hari, tepatnya pukul 03.00.
Mereka sedang dalam perjalanan dari Nusa Dua, Bali, menuju Jakarta, seusai menghadiri Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim. Menurut Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Indramayu Ajun Komisaris Jaman Asri, mobil Kijang kapsul nomor B 1195 PQ yang ditumpangi anggota staf Deplu itu meluncur dari arah Cirebon menuju Jakarta. Tiba-tiba mobil menabrak tronton bermuatan pasir yang sedang diparkir di bahu jalan.
Kelima korban tewas adalah Darmadja (36), Tatang Santoni (36), Suryadi (39), Alif Suraji (40), dan Kusyono (43), yang mengendarai Toyota Kijang kapsul itu pada saat tabrakan terjadi. Dugaan sementara adalah Kusyono mengantuk karena tidak ada bekas pengereman pada ban.
Membaca berita seperti ini selalu membuat orang terhanyut dan merenung akan musibah yang dialami oleh kelima anggota staf Deplu itu. Demikian juga kesedihan yang dialami oleh keluarga yang ditinggalkan. Semua itu mengingatkan kepada kita bahwa mengendarai mobil dalam keadaan mengantuk itu sangat berbahaya.
Harus disadari perjalanan jarak jauh itu merupakan kegiatan yang berat dan melelahkan. Itu sebabnya kondisi pengendara yang prima sangat diperlukan untuk dapat melakukan perjalanan jarak jauh dengan aman. Kelelahan atau mengantuk merupakan musuh terbesar dalam melakukan perjalanan jarak jauh. Jika seorang pengendara mengalami kelelahan atau mengantuk dan tetap berkeras untuk mengendarai mobil, apalagi dengan kecepatan tinggi (di atas 80 kilometer per jam), maka dipastikan ia akan mengalami kecelakaan. Dan, biasanya kecelakaan itu akan berakibat fatal karena mobil dijalankan dengan kecepatan tinggi. Apalagi, jika mobil yang digunakan tidak dilengkapi dengan perangkat keamanan aktif dan pasif.
Persoalannya, pengalaman memperlihatkan bahwa seorang pengendara enggan mengakui dirinya mengalami kelelahan atau mengantuk karena menganggap itu sebagai kelemahan. Seorang pengendara tidak mau dikatakan lemah sehingga sering kali ia memaksakan diri untuk mengendarai mobil, kendati sesungguhnya ia sudah lelah dan mengantuk.
Seharusnya hal itu tidak boleh terjadi, ia tidak perlu malu untuk mengakui dirinya lelah atau mengantuk. Lelah dan mengantuk itu sangat manusiawi, siapa pun dapat mengalaminya kapan saja. Sebab itu, jika seorang pengendara lelah dan mengantuk,sebaiknya ia meminta rekannya untuk menggantikan dirinya, dan beristirahat.
Seandainya semua orang yang berada di dalam mobil juga lelah dan mengantuk, maka berhentikanlah mobil di tempat yang aman dan beristirahatlah selama satu sampai dua jam. Setelah kondisi pengendara membaik maka perjalanan dapat diteruskan kembali. Jika pengendara memaksakan diri untuk mengendarai mobil dalam keadaan lelah dan mengantuk, ia bukan saja membawa dirinya ke dalam malapetaka, melainkan ia juga menyeret rekan-rekannya. Semua pengendara harus menyadari hal itu sepenuhnya.
Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa pengendara mengalami kelelahan, antara lain kepala terasa berat, mulai menguap, susah berpikir, gugup, konsentrasi menurun, kaku di bahu, dan nyeri di punggung.
Selama dua jam