TANGERANG, KOMPAS.com - Industri otomotif di Indonesia sedang tidak dalam kondisi positif, dimana angka penjualan tidak bergerak menuju lebih dari 1 juta unit, dan di tahun ini hanya ada di angka 850.000 unit.
Kondisi tersebut diprediksi juga tidak akan lebih baik di tahun depan, mengingat adanya kebijakan baru yakni instrumen pajak kendaraan yang makin tinggi. Di sisi lain, banyak bermunculan merek-merek asal China, yang kebanyakan menawarkan mobil listrik.
Tercatat, sudah lebih dari 10 merek asal Negeri Tirai Bambu yang sudah masuk pasar Indonesia, antara lain adalah Wuling, DFSK, Chery, BYD, Neta, Morris Garage (MG), Aion, BAIC, Maxus, Great Wall Motors (GWM), Zeekr dan Aletra.
Serbuan masif merek China tersebut tentu saja memberikan tantangan baru kepada pemain lama yang kebanyakan diisi oleh merek Jepang, apalagi dalam kondisi pasar yang sedang menurun.
"Penjualan mobil memang sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja. Ini sudah kami prediksi sejak beberapa tahun lalu, dan bisa dibilang kami sebenarnya sudah siap menghadapi situasi ini," jelas Harold Donnel, Direktur Pemasaran 4W PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), saat berbincang dengan Kompas.com. Senin (25/11/2024).
Suzuki Indomobil Sales (SIS) sebagai agen pemegang merek Suzuki di Indonesia, masih menaruh asa dengan situasi market di Tanah Air. Harold menjelaskan, fokus korporasinya masih sama yakni menempatkan Indonesia dalam posisi penting dan menyiapkan strategi khusus buat menghadapi situasi seperti saat ini dan di tahun depan.
"Indonesia adalah market yang besar dan Suzuki sudah lama menanamkan investasi di sini. Kami akan mati-matian mempertahankan market yang sudah kami raih." jelas Harold.
Bicara strategi, Suzuki menyatakan bahwa brand China bukan berada pada segmentasi yang sama dengan Suzuki. Untuk itu, pabrikan berlambang S ini masih yakin dengan pilihan konsumen Indonesia dalam mencari kendaraan.
"Target konsumen kami tentu saja pembeli mobil pertama dan ada di segmen menengah. Ini bukanlah target dari konsumen kendaraan listrik yang ditawarkan merek China, dimana menurut hasil survei kami, pembeli mobil listrik adalah pembeli mobil kedua, ketiga dan seterusnya. Itulah kenapa Suzuki beranggapan bahwa merek China bukanlah pesaing serius buat Suzuki," lanjut Harold.
Kondisi market yang menurun, ditambah dengan beban pajak kendaraan di tahun depan, justru menjadi fokus utama Suzuki untuk mencari cara agar penjualan mobil masih bisa terjaga.
"Kabar soal kenaikan PPN menjadi 12 persen dan opsen pajak kendaraan menjadi tantangan di tahun depan. Sulit untuk menghindar dari kenaikan harga jual mobil, tapi Suzuki akan mencari jalan tengah agar konsumen bisa mendapatkan harga terbaik," lanjut Harold.
GJAW
Suzuki memanfaatkan gelaran Gaikindo Jakarta Auto Week (GJAW) 2024, sebagai cara untuk menstimulus penjualan di akhir tahun. Suzuki sendiri meluncurkan Jimny White Rhino sebagai varian terbaru dari SUV ikonik tersebut.
"Pameran seperti GJAW tentu diharapkan bisa merangsang penjualan di akhir 2024 ini, dan kami memasang target bisa menjual 750 unit sampai akhir pameran. Selain ada Jimny White Rhino, tentu Suzuki menawarkan produk eksis lainnya seperti Grand Vitara, Ertiga dan XL7 Hybrid, Baleno dan S-Presso," jelas Harold.
Harold melanjutkan, saat ini bisa dibilang menjadi momen yang tepat untuk konsumen dalam mencari kendaraan baru. "Sekarang harga belum naik, karena belum ada kenaikan pajak dan lainnya, bisa disebut sekaranglah waktu yang tepat buat membeli kendaraan," ujar Harold.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/11/26/145100915/suzuki-di-antara-invasi-merek-china-dan-kondisi-market-yang-negatif