JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia tengah melakukan pengkajian mendalam terkait kebijakan subsidi energi, dengan fokus pada penerapan subsidi yang tepat sasaran.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, pemerintah telah membentuk tim khusus untuk merumuskan kebijakan ini, dengan harapan subsidi dapat diberikan hanya kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
"Pemerintah masih terus membahas beberapa langkah terkait dengan subsidi tepat sasaran, dan ini lagi digodok. Kebetulan kami sendiri yang ditunjuk sebagai ketua tim," katanya dalam keterangan resmi, Kamis (31/10/2024).
"Dalam waktu dekat kita akan melaporkan ke Pak Presiden untuk jadi materi dan/atau bahan referensi keputusan presiden," ucap Bahlil.
Pentingnya kebijakan subsidi yang tepat tidak dapat diabaikan, terutama karena berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Sehingga langkahnya harus ditinjau secara cermat.
"Kita lagi hitung sekarang adalah tentang subsidi yang tepat sasaran. Data-datanya harus pas. Kita juga harus tahu siapa yang paling berhak untuk mendapatkan subsidi dan tidak. Semuanya saat ini masih dihitung," ujar Bahlil.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan beberapa skema pemberian subsidi, termasuk opsi subsidi langsung kepada masyarakat yang berhak.
"Ada beberapa formula yang tengah kami kaji. Jika kajian ini selesai, kami akan segera melaporkannya kepada Presiden," katanya.
Diketahui, untuk tahun anggaran 2025, pemerintah telah menetapkan alokasi anggaran subsidi energi yang tetap fokus pada Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Berdasarkan hasil rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI pada 27 Agustus 2024 lalu, volume BBM bersubsidi yang dialokasikan mencapai 19,41 juta kiloliter, dengan rincian minyak tanah sebesar 0,52 juta kiloliter dan minyak solar sebesar 18,89 juta kiloliter.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan bahwa 80 persen konsumsi BBM subsidi, khususnya jenis Pertalite, justru dinikmati oleh masyarakat yang mampu.
Data menunjukkan bahwa lebih dari 19 juta kiloliter konsumsi Pertalite selama tahun 2022 dikonsumsi golongan menengah atas. Sementara solar bersubsidi, kondisi lebih memprihatinkan, di mana 95 persen pengguna berasal dari kalangan yang sama.
"Subsidi BBM ini tidak dinikmati oleh golongan menengah bawah, tetapi lebih banyak dinikmati oleh golongan menengah atas," tegas Deputi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (12/9/2024) lalu.
Ia menjelaskan bahwa masyarakat mampu cenderung menggunakan kendaraan pribadi, sehingga kebutuhan bahan bakar mereka lebih besar dibandingkan dengan masyarakat kurang mampu yang lebih memilih transportasi umum.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/11/01/064200615/pemerintah-kaji-subsidi-tepat-sasaran-sinyal-pertalite-dibatasi-