JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) melihat adanya suatu peluang besar bagi sektor kendaraan bermotor nasional, di tengah gejolak industri otomotif yang terjadi di Thailand.
Sebab, dengan hengkangnya sederet pabrikan Jepang di sana seperti Subaru, Suzuki, Isuzu, sampai Honda melalui penutupan salah satu fasilitas pabrik perakitan, membuat pasokkan atau produksi kendaraan dari Thailand ke beberapa negara akan berkurang.
Sementara Indonesia dengan tingkat produksi tahunan mencapai 1,3 jutaan (selisih sekitar 500.000 unit dari Thailand) masih bisa ditingkatkan karena rata-rata utilisasi pabrik mobil dalam negeri belum 100 persen.
"Krisis industri otomotif Thailand dapat menjadi peluang otomotif Indonesia untuk mengambil alih posisinya sebagai produsen otomotif nomor satu di Asia Tenggara (ASEAN),” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Putu Juli Ardika dalam keterangannya, Rabu (27/8/2024).
Hanya saja, saat ini industri otomotif nasonal masih mengalami tantangan yang cukup dinamis sejak kuartal II/2024.
Berdasarkan catatan Gaikindo, sepanjang Januari-Juli 2024, industri kendaraan roda empat hanya mencatatkan penjualan domestik sebanyak 484.235 unit dan ekspor sebesar 258.766 unit. Jumlah ini turun hingga 17,5 persen year-on-year (yoy).
Sedangkan industri sepeda motor, mencatatkan penjualan domestik 3.768.838 unit pada periode sama dengan ekspor mencapai 291.330 unit. Kinerja roda dua ini mengalami kenaikan tipis, yaitu 2,5 persen yoy.
“Tantangan pelemahan ekonomi domestik, regional, maupun di global harus disikapi dengan optimis," kata dia.
Oleh karenanya, kata Putu, diperlukan semangat kolaborasi dan inovasi untuk merebut momentum tersebut dalam mendorong pertumbuhan industri otomotif di Indonesia menjadi lebih kuat dan berkelanjutan pada masa depan.
“Pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan kepercayaan dan mendorong belanja masyarakat dalam iklim ekonomi yang lebih stabil, guna mendukung perkembangan dan inovasi industri otomotif ke arah yang lebih positif dan produktif,” ucap Putu.
Selain itu, Indonesia juga dikatakan telah mengikuti tren otomotif masa depan dengan menghadirkan kendaraan yang lebih ramah lingkungan berbasis baterai.
Hal tesebut sesuai komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 31,89 persen pada tahun 2030 dan target Net Zero Emission pada tahun 2060, dengan berbagai dukungan kebijakan dan insentif yang telah dikeluarkan.
“Menggunakan filosofi right technology, right time, right uses, diharapkan semua dapat tumbuh bersama-sama tanpa perlu mematikan satu sama lain. Sehingga kontribusi otomotif terhadap ekonomi nasional bisa tetap dijaga dan bertumbuh," kata Putu.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, pemerintah terus mendorong peningkatan penggunaan komponen lokal sebagai strategi untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
“Dukungan terhadap supplier dalam negeri tidak hanya akan memperkuat ekonomi domestik tetapi juga meningkatkan ketahanan rantai pasok, menciptakan manfaat jangka panjang bagi seluruh sektor,” katanya.
Dalam kesempatan sama, Putu juga mendukung rangkaian pameran GIIAS di tahun ini sebagai upaya merangsang daya beli masyarakat terhadap sektor otomotif nasional.
Sebab pada gelarannya di Tangerang beberapa waktu lalu, total transaksi penjualan mencapai 34.000 unit atau naik 27 persen, dengan nilai transaksi lebih dari Rp 18,8 triliun.
“Kami berharap, acara seperti GIIAS ini tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi sektor otomotif baik di Surabaya maupun secara nasional, tetapi juga meningkatkan pemahaman kepada masyarakat mengenai kemajuan produk otomotif Indonesia yang telah memenuhi standar internasional,” kata dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/08/29/080200315/kemenperin-lihat-peluang-di-tengah-gejolak-otomotif-thailand