JAKARTA, KOMPAS.com – Kecelakaan lalu-lintas bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Tak sedikit korbannya kemudian bertindak sendiri dengan menyita atau menahan, KTP, SIM dan STNK penabrak.
Alasan korban menyita surat-surat tersebut biasanya karena takut penabrak melarikan diri dan tidak bersedia mengganti kerugian.
Kasi Standar Cegah dan Tindak Ditkamsel Korlantas Polri Kompol Ronald Andry Mauboy, mengatakan, menahan surat-surat penabrak justru tindakan melawan hukum.
"(Penahanan) hanya boleh dilakukan petugas hukum. Itu tidak bisa, itu sudah masuk privasi orang, malah bisa dituntut balik lagi," ujar Andry kepada Kompas.com, Senin (13/5/2024).
"Kecuali dalam situasi situasional, orangnya mau kabur (melarikan diri) sedangkan belum ada petugas. Kecuali mau cari jalan keluar bersama, itu kesepakatan berdua," ujar Andry.
Budiyanto, Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum, mengatakan, korban yang menyita surat- surat kendaraan dapat dipahami dalam konteks manusiawi. Namun demikian cara tersebut bukan cara yang benar.
“Bahwa kita adalah negara hukum, sehingga penyelesaian peristiwa yang terjadi di ruang publik seperti kecelakaan lalu lintas wajib diselesaikan dengan cara mekanisme hukum yang benar,” kata Budiyanto dalam keterangan resmi, Minggu (12/5/2024).
Kecelakaan lalu-lintas merupakan peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disangka dan merupakan peristiwa pidana yang penanganan harus dilakukan oleh aparat.
Dalam Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, Pasal 13 Huruf b mengatakan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara RI antara lain adalah penegakan hukum. Dalam penegakan hukum terdapat kegiatan-kegiatan upaya paksa antara lain penyitaan.
Sehingga meski dalam kejadian kecelakaan lalu-lintas seseorang menjadi korban tetap tidak dibenarkan untuk menyita surat-surat kendaraan penabrak.
“Sehingga demikian bahwa penyitaan SIM dan STNK oleh korban yang terlibat laka lantas dari prespektif hukum tidak dibenarkan” kata Budiyanto.
Hak dan kewajiban orang yang terlibat dalam kecelakaan diatur dalam Pasal 231 Undang - Undang No 22 tahun 2009 tentang LLAJ antara lain melaporkan kejadian kepada polisi.
Polisi kemudian akan mendatangi TKP untuk mengumpulkan bukti-bukti, mencari saksi-saksi, mencatat identitas korban, membuat sket TKP dan olah TKP.
https://otomotif.kompas.com/read/2024/05/13/150100215/bolehkah-menahan-sim-dan-stnk-penabrak-saat-terjadi-kecelakaan-