JAKARTA, KOMPAS.com - Dewasa ini penggunaan kendaraan bermotor listrik atau electric vehicle (EV) sebagai moda transportasi harian tengah didorong pemerintah RI sebagai upaya menciptakan netralitas karbon alias Net Zero Emission pada 2060 mendatang.
Sehubungan dengan itu, sejumlah produsen otomotif nasional mulai memperkenalkan produk elektrifikasi andalannya, baik yang dengan teknologi hibrida maupun battery electric vehicle (BEV).
Kendati dalam data penjualan tren kendaraan listrik terus bertumbuh, namun apabila dibandingkan negara lain jumlah tersebut masih belum besar (market share baru 5 persen dari total pasar otomotif nasional).
Hendra Lie, Automotive Leader Price Waterhouse Cooper Indonesia (PWC Indonesia) dalam surveinya mengatakan, bahwa ternyata banyak masyarakat yang masih ragu membeli mobil listrik karena ketidakpastian biaya kepemilikan (cost of ownership).
"Adopsi EV di Indonesia cenderung lebih lambat dibandingkan di pasar global. Oleh karena itu, para pemimpin industri dan pembuat kebijakan sedang mempersiapkan masa depan di mana kendaraan ramah lingkungan dapat memainkan peran utama di pasar," ujar dia dalam laporan itu, Senin (16/10/2023).
Lebih jauh, pada survei yang dilakukan pada Juni-September 2023 ini, sebanyak 87 responden khawatir terhadap biaya pergantian baterai. Mengingat, komponen terkait merupakan bagian utama pada kendaraan listrik yang mencakup hingga 40 persen dari total harga mobil.
Kemudian 83 persen konsumen juga melihat industri kendaraan listrik masih memiliki potensi masalah pada hal purna jual yang nantinya berdampak pada ketersediaan suku cadang ketika terdapat suatu insiden tertentu selama pemakaian.
Selanjutnya, konsumen juga menyoroti mengenai pengeluaran tidak terduga, serta besarnya biaya perawatan rutin.
Kendati demikian, 78 persen masyarakat yang disurvei sudah bersedia untuk membeli mobil listrik ketika sudah bisa dijangkau dan kekhawatiran tersebut terjawab.
Dari masyarakat yang bersedia beli mobil listrik itu, 10 persennya merupakan pembeli pertama (fist buyer), dan 73 persen bakal menjadikan mobil listrik sebagai kendaraan pengganti (additional).
Atas temuan ini, Hendra mengajak para produsen, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan untuk mengedukasi masyarakat. Terutama mengenai layanan purna jual mobil listrik yang jadi kekhawatiran terbesar konsumen.
"Diperlukan Kampanye kesadaran komprehensif yang menyoroti kemajuan teknologi kendaraan listrik, manfaat biaya jangka panjang, dan dampak positif terhadap lingkungan dapat dan harus mampu mengubah persepsi," kata dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/10/16/180100915/masih-banyak-yang-ragu-soal-biaya-kepemilikan-mobil-listrik