TANGERANG, KOMPAS.com - Minimnya jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia hingga saat ini masih menjadi kendala yang dianggap menghambat suksesi program elektrifikasi nasional.
Berdasarkan laporan Pemerintah melalui Staf Khusus Presiden, Indonesia sedikitnya sebanyak 20.000 infrastruktur pengecasan EV sebelum tahun 2025.
Namun realisasi di lapangan saat ini, jumlah SPKLU yang tersedia baru 867 unit, di mana sebanyak 616 unit merupakan milik negara di bawah naungan PLN.
Menanggapi data tersebut, Anugraha ‘Nuki’ Dezmercoledi, Direktur Eksekutif Sekretariat Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik (AEML), menyarankan pemerintah untuk meninjau kembali skema pengaturan untuk SPKLU.
Menyoal kendala sedikitnya SPKLU, dia menganjurkan opsi untuk mendatangkan pihak swasta yang bisa membantu proses pembangunan.
“Karena tujuan utamanya adalah percepatan elektrifikasi, jangan sampai ada situasi ‘telur dulu atau ayam dulu’, jadi infrastruktur harus ditambah, supaya konsumen pengguna (kendaraan listrik) tidak kesulitan,” ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com di Tangerang, Jumat (18/8/2023).
Menurut Nuki, dilibatkannya pihak swasta akan memberikan sedikitnya dua keuntungan. Bagi pemerintah, jumlah SPKLU bisa lebih cepat bertambah, dan bagi masyarakat, ekosistem kendaraan listrik akan lebih terasa.
Dirinya jika optimis jika potensi monopoli kemungkinan besar tidak akan terjadi, menimbang pemerintah sudah memberlakukan aturan tarif pengisian kendaraan listrik di SPKLU.
Untuk detilnya, aturan itu tercantum dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 182.K/Tl.04/MEM.S/2023, tentang Biaya Layanan Pengisian Listrik pada Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum.
“Secara regulasi pengaturan tarif kan sudah disiapkan pemerintah, jadi untuk kedepannya, seharusnya tidak akan ada monopoli dari pihak-pihak pengelola SPKLU,” kata Nuki.
Untuk diketahui, Kepmen ESDM tersebut diberlakukan per 1 Agustus 2023, dan diharapkan mampu menciptakan iklim industri EV yang kompetitif di Indonesia.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Dirjen Ketenagalistrikan ESDM Havidh Nazif menjelaskan, melalui Kepmen tersebut, para pelaku usaha SPKLU memiliki kepastian terkait ketentuan tarif maksimum biaya layanan yang boleh dikenakan ke konsumen.
“SPKLU dengan teknologi fast charging boleh menetapkan biaya layanan maksimum Rp 25.000. Kemudian untuk menggunakan teknologi ultra fast charging Rp 57.000,” kata Havidh kepada Kompas.com, belum lama ini.
Havid menjelaskan mekanismenya, setiap pengisian listrik kendaraan listrik bakal dikenakan tarif sebesar Rp 2.467 per kilowatt hour ditambah tarif yang ada.
Tetapi tarif yang dikenakan ke konsumen ini, bisa saja berubah tergantung kebutuhan.
"Jadi nanti kWh-nya adalah tadi ada di angka Rp 2.467 maksimum juga dari biaya layanan khusus ditambah tadi faktor pengalinya," ujarnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/08/19/091200215/pengamat-sarankan-pemerintah-gandeng-swasta-untuk-perbanyak-spklu