JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut bahwa biaya untuk pengisian daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), jauh lebih hemat dibandingkan mengisi BBM pada kendaraan konvensional.
Apalagi, saat ini pengisan daya mobil listrik dengan teknologi fast charging dan ultra fast charging di SPKLU sudah ditetapkan biaya layanan maksimumnya, yaitu dari Rp 25.000 dan Rp 57.000.
Keputusan tersebut tertuang dalam Kepmen ESDM RI Nomor 182.K/TL.04/MEM.S/2023 tentang Biaya Layanan Pengisian Listrik Pada Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum.
Dengan ketetapan tarif terkait, Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Havidh Nazif mengasumsikan dengan perjalanan 10 kilometer, mobil konvensional membutuhkan BBM 1 liter.
Sehingga setiap bulannya memerlukan 125 liter BBM. Dengan asumsi harga BBM Rp 15.000 per liter, maka biaya bulanannya sekitar Rp 1.875.000.
"Sementara, untuk mobil listrik per kWh-nya bisa menempuh jarak 6,66 km. Dengan menggunakan asumsi jarak yang sama yakni jarak yang ditempuh per bulan 1.250 km, maka kebutuhan listrik per bulan ialah 187,69 kWh," kata Havidh, Senin (31/7/2023).
Bila tarif pengisian SPKLU Rp 2.467/kWh dan memasukan komponen biaya layanan, maka biaya listrik SPKLU untuk fast charging ialah sebesar Rp 740.526 per bulan dan Rp 1.095.726 per bulan jika mobil diisi melalui teknologi ultrafast charging.
"Kalau kita menggunakan ultrafast-nya angkanya di sekitar Rp 1 juta," katanya.
Dengan begitu, menurut perhitungannya penghematan dari biaya listrik terhadap BBM untuk fast charging sebesar 61 persen sementara ultrafast charging 42 persen.
Namn tentu saja perhitungan tersebut bisa berbeda di lapangan karena kebutuhan daya listrik pada mobil listrik berbasis baterai berbeda-beda, tergantung kapasitas baterainya.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/07/31/184100515/jauh-lebih-irit-ini-hitungan-pengisian-daya-mobil-listrik-dibanding-isi-bbm