JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah RI melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan bila tidak akan memberikan bantuan atau insentif terhadap mobil listrik selain yang berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV).
Padahal, masyarakat masih sulit untuk langsung melakukan lompatan menuju ke era elektrifikasi penuh. Dibutuhkan suatu transisi lewat penggunaan mobil berteknologi hybrid sehingga tidak banyak pola berkendara yang berubah.
Apalagi kendaraan jenis tersebut juga ikut berkontribusi terhadap pengurangan emisi dan saat ini sudah ada dua produk yang diekspor hingga ke-25 negara.
Atas dasar itu, Direktur Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam berharap pemerintah mau mempertimbangkan untuk memberikan insentif bagi mobil hybrid supaya pasar semakin luas.
"Kita selalu bandingkan sama Thailand, kita selalu bilang bahwa Thailand bisa besar sekali ekspornya. Coba lihat insentif yang diberikan pemerintah Thailand, kita harus belajar dari situ kalau kita mau kompetitif dengan mereka," kata dia saat ditemui di Karawang, Jawa Barat, Selasa (13/6/2023).
"Sebenarnya market kita bisa lebih besar lagi, kalau tax-nya tidak sebesar ini, katakanlah sama seperti Thailand, mungkin market kita tidak jauh lari, dan tidak usah khawatir income pemerintah akan turun, karena volume naik, income pemerintah juga terjaga," sambungnya.
Untuk diketahui, Thailand memberikan subsidi mobil listrik dengan proporsi yang mengacu pada besaran kapasitas baterai kendaraan. Nilai insentif yang diberikan berkisar Rp 30 jutaan sampai Rp 66,8 juta per unit mobil.
Menariknya, mereka tidak membatasi jenis atau tipe mobil listrik dimaksud. Jadi, baik mobil hybrid maupun PHEV bisa mendapatkannya.
Selain itu Pemerintah Thailand pun memberikan subsidi pajak untuk mobil listrik termasuk pengurangan cukai, pajak jalan dan pajak impor.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/06/14/160100315/toyota-berharap-pemerintah-beri-insentif-mobil-hybrid