Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Penyebab Banyak Kecelakaan Fatal di Tol Trans-Jawa

JAKARTA, KOMPAS.com - Jalan tol merupakan ruas jalan yang rawan kecelakaan lalu lintas. Meski sebenarnya ruas ini memiliki tingkat keamanan dan kenyamanan yang lebih tinggi dibanding jalan umum.

Salah satu ruas tol yang kerap terjadi insiden kecelakaan hingga terjadi fatalitas adalah Tol Trans-Jawa.

Sebelumnya, Indonesia Toll Road Watch (ITRW) mencatat, ada tiga ruas Jalan Tol Trans-Jawa yang dinilai sangat berbahaya dan butuh konsentrasi tinggi untuk melintasinya.

Ketiganya ruas tersebut adalah Tol Cikopo-Palimanan (Cipali), Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang), dan Tol Batang-Semarang.

“Tol Batang-Semarang ada dua titik yang sangat rawan dan berbahaya yakni Km 355 dan Km 358,” ucap Koordinator ITRW Deddy Herlambang, seperti yang dikutip dari Kompas.com, Selasa (21/3/2023).

Menurutnya, jalan tol ini dinilai berbahaya dan rawan karena minim penerangan jalan. Akibatnya, kondisi di ruang-ruang main road (jalan utama) gelap sehingga perlu konsentrasi ekstra.

“Bila terus berkendara dengan konsentrasi tinggi tanpa jeda selama lebih dari dua jam, akan menyebabkan pengemudi cepat lelah hingga akhirnya mengantuk (sindrom kelelahan kronis),” kata Deddy.

Sementara pada arah berlawanan, sorotan lampu jauh (high beam) dari kendaraan lain ikut berkontribusi menambah akut sindrom kelelahan ini.

“Dua lajur jalan tol tidak dilengkapi dengan peredam silau pada masing-masing markanya. Tentu kondisi ini menambah berat sindrom kelelahan pengendara,” ucap Deddy.

Sementara itu, Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan mengatakan, kecelakaan yang kerap terjadi di ruas tol tersebut tidak terkait dengan geometrik dan fasilitas jalan tol.

“Ini tidak terkait dengan geometrik dan fasilitas jalan tol, sistem delineasi jalan di semua jalan tol kita sudah baik karena sudah melalui mekanisme laik fungsi jalan,” ucap Wildan, saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/3/2023).

Menurut Wildan, kecelakaan fatal yang sering terjadi justru disebabkan oleh faktor lain, seperti bagian belakang yang kendaraan barang atau kendaraan besar (truk) yang redup.

“Yang jadi masalah adalah bagian belakang kendaraan barang lampunya banyak yg redup, jika mereka mematuhi PM 74 Tahun 2021 dengan memasang stiker pemantul cahaya, maka kendaraan barang akan terlihat pada jarak 100 meter sehingga pengemudi kendaraan pribadi bisa lebih siaga. Jadi ini tidak terkait dengan penerangan jalan di jalan tol,” ucap Wildan.

Wildan melanjutkan, dalam aturan di Indonesia maupun di seluruh dunia, jalan antar kota itu tidak diwajibkan menggunakan penerangan jalan umum, melainkan harus dilengkapi dengan delineasi jalan yang baik yang dapat menunjukkan penampang melintang, alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal suatu jalan.

“Sementara keterlihatan kendaraan oleh kendaraan lainnya diatur dalam regulasi kendaraan, bukan regulasi jalan, yaitu dengan diatur sorot lampu utama pada lampu depan dan alat pemantul cahaya di bagian belakangnya, sehingga dalam kondisi malam kendaraan akan dapat melihat keberadaan kendaraan lainnya pada jarak yang aman,” kata Wildan.

Untuk itu, guna mengurangi fatalitas kecelakaan, Wildan meminta semua kendaraan barang dilengkapi dengan perisai kolong belakang atau rear underrun protection (RUP) dan stiker pemantul cahaya, sehingga mobil yang menabrak tidak masuk ke kolong kendaraan barang.

https://otomotif.kompas.com/read/2023/03/21/150100015/ini-penyebab-banyak-kecelakaan-fatal-di-tol-trans-jawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke