JAKARTA, KOMPAS.com – Di tengah gegap gempita pengembangan ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau mobil listrik, di pameran IIMS 2023 rupanya masih terselip konversi kendaraan BBM ke bahan bakar gas (BBG).
Apalagi booth Pertamina Gas tidak berada di lokasi utama pameran seperti Hall A, B, C, atau D. Tapi melainkan terpojok di Gedung Pusat Niaga PRJ, meskipun berada di dekat pintu masuk JIExpo.
Kemunculan paket converter kit bensin ke gas ini tentu mengingatkan program konversi BBG yang sebetulnya sudah digaungkan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Bahkan, pada periode Menteri ESDM dijabat oleh Jero Wacik pada 2013 lalu, program konversi BBM ke Bahan Bakar Gas sudah bergulir
Tapi memang sampai sekarang, program konversi BBG belum menemukan titik kejelasan, terutama bagi mobil-mobil pribadi.
“Intinya, program diversifikasi energi untuk pengganti BBM itu adalah mengurangi ketergantungan pada impor BBM yang mencapai sekitar Rp 502 triliun,” ujar Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu, kepada Kompas.com (21/2/2023).
“Alternatifnya ada pada energi baru dan terbarukan (EBT). Gas, biofuel dan listrik (yang disimpan dalam baterai) menjadi alternatifnya,” kata dia.
Martinus menambahkan, penggunaan gas maupun biofuel sebetulnya bisa menjadi jembatan peralihan menuju kendaraan listrik.
“Baik gas maupun biofuel mampu mengurangi keluaran karbon jika dibandingkan dengan BBM. Konversi kendaraan BBM ke kendaraan gas juga lebih murah biayanya. Cukup membeli converter kit yang sudah ada di Indonesia,” ucap Martinus.
“Terus terang, konversi gas masih besar peluangnya untuk dipakai truk dan kendaraan besar pengguna BBM,” ujarnya.
Selain itu, Martinus menilai, konversi BBM ke gas ini cocok dipakai buat kendaraan yang berada di wilayah dengan infrastruktur SPBKLU dan SPKLU serta jaringan listrik yang belum benar-benar andal, seperti misalnya di beberapa wilayah luar Jawa.
“Soal maju tidaknya program konversi gas untuk pengganti BBM itu tergantung pada kebijakan politik pemerintah pusat,” kata Martinus.
“Apalagi cadangan gas Indonesia terbesar ada di wilayah Maluku, Papua dan Sumatera Selatan. Total lebih dari 42 triliun kubik,” ucap dia.
Lebih Hemat di Ongkos
Harga bahan bakar yang murah tentu jadi alasan utama penggunaan BBG ketimbang BBM. Asal tahu saja, harga BBG per liter Rp 4.500, sementara Biosolar Rp 6.800, dan Pertalite Rp 10.000.
Dari sini kita tahu, penggunaan BBG secara matematis bakal mengurangi ongkos pembelian bahan bakar.
“BBG per 1 meter kubik itu harganya Rp 4.500, 1 meter kubik itu kalau dikonversi ke BBM setara dengan 1,1 liter,” ujar Masnila Trisna Utami, Area Head Sales & Operation Region I PT Gagas Energi Indonesia (PGN), kepada Kompas.com (21/2/2023).
Masnila yang disapa Awi menjelaskan, penggunaan BBG bisa dilakukan melalui pemasangan converter kit. Dengan alat ini, nantinya mobil bisa memakai dua bahan bakar sekaligus yang bisa dipilih sesuai kondisi.
Jadi ketika cadangan gas terisi, mobil akan menggunakan BBG untuk melaju. Terdapat switch yang secara otomatis bekerja untuk berganti ke BBM, ketika gas sudah mulai habis.
Meski begitu, pengemudi juga bisa memilih untuk menggunakan BBM walaupun BBG masih ada, melalui switch manual.
Awi menambahkan, konsumsi penggunaan BBG secara teori mirip dengan penggunaan BBM. Karena perbandingan penggunaan BBG dan BBM adalah 1:1.
Sebagai ilustrasi, kapasitas tabung gas converter kit bisa menampung 16 liter. Artinya, untuk mengisi BBG sampai penuh hanya memakan biaya Rp 72.000. Sementara itu, bila diisi dengan Biosolar perlu Rp 108.800, dan butuh Rp 160.000 saat diisi Pertalite.
“Saat ini yang pakai kebanyakan fleet, seperti bus Transjakarta, taksi, dan bajaj. Jadi memang belum banyak yang tahu, kalau mobil bisa dipasang dual fuel," ucap Awi.
"Kalau konsumen pribadi memang masih jarang, kalau mobil-mobil operasional sudah banyak, mungkin masyarakat belum aware,” ujarnya
Namun salah satu kekurangan pemasangan converter kit ini adalah berkurangnya kapasitas angkut mobil. Sebab bagasi belakang harus tersita ruangnya buat tabung gas.
“Pemasangan prosesnya, karena harus membongkar melalui kerangka mesin, bisa 2-3 hari. Dan ini garansinya aman. Karena kalau lihat Transjakarta, taksi, dan Bajaj, belum pernah kejadian terbakar gara-gara gas,” kata dia.
Sebagai informasi, saat ini lokasi SPBG di Jabodetabek kabarnya ada 19 titik. Selain itu, SPBG juga tersebar sampai Sukabumi, Cilegon, Subang, Purwakarta, dan Bandung. Termasuk beberapa wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/02/22/092200315/tanda-tanya-konversi-mobil-dari-bbm-ke-gas-apakah-masih-relevan