JAKARTA, KOMPAS.com – Demonstrasi yang dilakukan pengemudi truk pada Selasa (22/2/2022) tentang aturan Zero Over Dimension dan Over Loading (ODOL) di 2023 meninggalkan beberapa tuntutan.
Salah satu tuntutan dari pengemudi adalah mengenai tarif angkutan barang di Indonesia. Tarif di Indonesia dirasa tidak menguntungkan bagi pengemudi, oleh karena itu, para pemilik cenderung melakukan modifikasi dengan mengubah ukuran truknya.
Dengan ukuran truk yang lebih besar, jadinya bisa mengangkut barang lebih banyak dan tarifnya lebih masuk akal.
Namun di lapangan, banyak terjadi persaingan antar pengusaha truk, saling memberikan harga termurah dengan beban muatan paling besar.
Menanggapi masalah tarif angkutan barang di Indonesia, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, dari beberapa asosiasi memang banyak yang menyampaikan mengenai tarif.
“Tarif ini memang agak memaksa pengemudi mengangkut barang menjadi berlebihan (overloading). Sebetulnya beberapa tahun lalu kita sudah bisa membuat suatu skema tarif untuk melakukan perhitungan,” ucap Budi dalam konferensi pers, Kamis (24/2/2022).
Budi mengatakan, logistik yang diangkut itu terlampau banyak jenisnya. Sehingga Kementerian Perhubungan tidak bisa mengatur sesuai pasal yang ada, hanya bisa memberikan skema atau pedoman saja.
Kemudian mengenai persaingan harga, ada pemilik armada yang takut jika truk yang sudah dinormalisasi tidak bisa turut bersaing. Namun Budi mengatakan kalau pada akhirnya, semua truk di Indonesia akan dinormalisasi.
“Persaingan harga memang jadi penyebab utama (ODOL). Untuk tarif, barangkali saya harus mencari jalan, mungkin bertemu dengan semua asosiasi logistik atau Kementerian Perindustrian supaya ada penghitungan tarif yang sesuai dengan kondisi truk yang sudah dinormalisasi,” ucapnya.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/02/24/175100715/tanggapan-dirjen-hubdat-mengenai-tarif-angkutan-barang