JAKARTA, KOMPAS.com - Kecelakaan yang melibatkan truk angkutan berat cukup sering terjadi di Indonesia. Penyebab terbesarnya adalah rem blong yang diakibatkan oleh minimnya perawatan kendaraan tersebut.
Insiden terbaru adalah kecelakaan maut di Simpang Muara Rapak, Balikpapan, beberapa waktu lalu. Kecelakaan yang menewaskan empat orang dan membuat 30 pengendara lain mengalami luka berat dan ringan ini diakibatkan oleh rem blong.
Persatuan Bengkel Otomotif Indonesia (PBOIN) sebagai asosiasi mewadahi penguasaha bengkel dan mekanik nasional mendesak Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin untuk melakukan pembenahan sistem perawatan berkala, perbaikan dan kelaikan jalan kendaraan truk angkutan berat.
Hermas Efendi Prabowo, Ketua Umum PBOIN, mengatakan, kebijakan transportasi angkutan berat harus menomorsatukan aspek keselamatan jiwa dan tidak ada toleransi untuk itu.
Menurutnya, peristiwa di Simpang Muara Rapak harus bisa menjadi momentum pembenahan sektor transportasi darat jenis angkutan berat secara nasional. Jangan sampai menunggu lebih banyak jatuh korban jiwa.
PBOIN menyoroti hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) agar jangan berhenti pada temuan rem blong akibat angin tekor, yang salah satunya terindikasi dari celah atau gap kampas rem dengan tromol yang lebih dari 2 mm dan dampak modifikasi klakson telolet.
"Tapi, investigasi KNKT juga harus mampu mengungkap lebih dalam soal penyebab angin tekor," ujar Hermas, dalam keterangan resminya.
Hermas menambahkan, KNKT harus menjelaskan apakah penyebabnya akibat rendahnya atau adanya gangguan atau kegagalan supply angin dari kompresor atau pompa angin ke tangki, atau karena ada faktor lain. Menurutnya, bisa juga terjadi kebocoran pipa atau valve, keterlambatan atau kelalaian perawatan berkala kendaraan, kelalaian pemeriksaan kelaikan jalan atau memang murni akibat kelalaian pengemudi.
"Temuan adanya celah kampas dan tromol yang lebar seperti yang disampaikan investigator KNKT juga harus ditindaklanjuti, apakah ini akibat kelalaian perawatan berkala atau faktor lain," kata Hermas.
Hermas mengatakan, PBOIN juga mempertanyakan bagaimana sistem dan mekanisme perawatan berkala kendaraan oleh bengkel atau mekanik. Lalu, bagaimana sistem pelaporan sopir terhadap berbagai keluhan yang ada pada kendaraan.
"KNKT diharapkan bisa melakukan investigasi kasus ini secara profesional dan proporsional, dan juga independen, untuk tujuan keselamatan. Mengingat kasus serupa sering terulang," ujar Hermas.
Selain itu, PBOIN juga menyoroti sistem uji KIR (keur) berkala atau kelaikan jalan kendaraan angkutan berat. Apakah uji laik jalan sudah dilakukan secara berkala dengan cara yang benar dan prosedur yang berlaku, dan dijalankan dengan baik pada setiap tahapan ujinya.
"KNKT diharapkan bisa menyampaikan bila ada temuan ini secara terbuka ke publik agar masyarakat tidak berspekulasi, merasa khawatir dan takut berkendara dekat kendaraan angkutan berat, juga demi mencegah berulangnya kasus yang sama," kata Hermas.
Hermas mengatakan, PBOIN juga mempertanyakan, apabila kendaraan dimiliki dan dikelola oleh badan hukum, bagaimana mekanisme kontrol dan perawatan berkala kendaraan. Sebab, pada umumnya perusahaan jasa angkutan mempunyai bengkel dan mekanik sendiri.
"Bagaimana sistem pelaporan sopir, sistem monitoring, sistem perbaikan oleh bengkel dan mekanik, dan sistem kerja juga penggantian spare part-nya. Juga bagaimana tingkat kesejahteraan bengkel dan mekanik sebagai ujung tombak perawatan berkala dan perbaikan kendaraan angkutan berat. KNKT perlu memastikan agar publik tidak bertanya-tanya," ujar Hermas.
Tak ketinggalan, PBOIN juga menyoroti bagaimana sistem pendidikan dan edukasi terhadap pengemudi kendaraan angkutan berat. Khususnya, kepatuhan terhadap standar operasional prosedur (SOP), apakah selama ini ada atau tidak, dijalankan dengan baik atau tidak. Apakah pengemudi mengetahui prosedur-prosedur dasar, dan bagaimana mekanisme check list berlaku sebelum kendaraan berjalan.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/01/31/080200415/asosiasi-bengkel-desak-pemerintah-serius-urus-truk-angkutan-berat