JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi jalan yang lengang kadang menjadi pemicu bagi pengendara untuk memacu kendaraannya hingga melebihi batas kecepatan yang telah ditentukan.
Bukan hanya di jalan bebas hambatan, di jalan perkotaan kadang juga menjadi arena yang dimanfaatkan pengendara untuk kebut-kebutan.
Padahal sudah ada aturan mengenai batas kecepatan maksimal dan minilal yang berlaku di Indonesia. Aturan tersebut telah tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), khususnya pada pasal 21 ayat 1.
Aturan tersebut menjelaskan bahwa setiap kategori jalan memiliki kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional. Kemudian pada ayat dua (2), kategori jenis jalan yang dimaksud, berdasarkan jalan di kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antar kota, dan jalan bebas hambatan.
Sementara batas-batas kecepatan tersebut, lebih lengkap dijabarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2013. Selanjutnya pasal 23 ayat empat (4), Bagian Kedua, mengenai Batas Kecepatan disebutkan, batas kecepatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sebagai berikut.
a. Paling rendah 60kpj dalam kondisi arus bebas, dan paling tinggi 100kpj untuk jalan bebas hambatan.
b. Paling tinggi 80 kpj untuk jalan antarkota.
c. Paling tinggi 50 kpj untuk kawasan perkotaan.
d. Paling tinggi 30 kpj untuk kawasan permukiman.
Selanjutnya ayat 5, batas kecepatan paling tinggi dan batas kecepatan paling rendah sebagaimana yang sudah dijelaskan pada ayat 4, harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas. Jadi secara infrastruktur akan ada pemberitahuan secara fisiknya.
Padahal, aksi memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi di jalanan yang sepi bukan berarti lebih aman dibandingkan saat lalu lintas padat.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, aksi kebut-kebutan di jalanan yang tampak sepi akan menghadirkan bahaya yang tidak terduga.
Bahkan, kondisi ini berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan yang lebih fatal dibandingkan saat kondisi lalu lintas padat atau normal.
“Memanfaatkan jalan sepi (untuk kebut-kebutan), tapi bagaimana pun sepi itu adalah ruang publik. Dan hal ini memberikan peluang terjadinya kecelakaan fatal,” ujar Jusri kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
Jusri menambahkan, beberapa kecelakaan fatal justru terjadi saat kondisi jalanan lengang. Hal ini disebabkan, saat kondisi jalanan sepi tidak hanya pengendara saja yang beranggapan demikian, tetapi pengguna jalan lain juga beranggapan sama.
“Lihat kecelakaan fatal yang terjadi dalam situasi sepi, Bagaimanapun jalan raya adalah ruang publik. Sepi justru berbahaya karena orang lain juga akan menganggap jalanan sepi dan tiba-tiba mereka melintas,” ucapnya.
Untuk itu, Jusri menyrankan kepada pengguna jalan untu tetap berhati-hati dalam berkendara di jalan raya bagaimanapun kondisi jalannya.
“Sebaiknya pengendara tetap mengikuti aturan yang ada, ini bukan persoalan keterampilan hard skill tapi juga soft skill pola pikir. Jalanan sepi main geber saja, ingat ini jalan raya bukan sirkuit,” kata Jusri.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/10/09/074200015/enggak-bisa-lihat-jalan-sepi-main-langsung-geber-saja-